4 Pengurus Partai Penyunat Dana Hibah Harus Diungkap
Reporter:
syindi|
Jumat 13-08-2021,11:30 WIB
radartasik.com, SINGAPARNA - Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indoensia Neni Nur Hayati mengatakan, fenomena penyalahgunaan APBD memang bukan hal baru terjadi di Kabupaten Tasikmalaya. Bahkan, kasus serupa pun selalu terulang dan seoalah tidak menjadikan efek jera.
Menurut dia, publik benar-benar jengah selalu disuguhi hal-hal yang mencederai hati rakyat. Diketahui penyalahgunaan APBD di Kabupaten Tasikmalaya dalam anggaran hibah 2018 telah menyita 254 barang bukti ditemukan adanya pemotongan dana hibah terhadap 79 lembaga dengan total kerugian negara mencapai kurang lebih Rp 5 miliar.
“Korupsi ini merupakan kejahatan yang luar biasa. Seharusnya tidak boleh ada kompromi dalam penegakan hukum atas korupsi ini. Saya sangat menyayangkan proses penegakan hukum yang absurd (tidak masuk akal), malah membela para pelaku koruptor dan menjadi langkah mundur dalam penegakan hukum pidana,” ujar dia, menjelaskan.
“Kita mesti akui bahwa proses transparansi, akuntabilitas serta keterbukaan informasi Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya masih jauh dari harapan, sehingga membuka peluang para pelaku koruptor untuk melakukan penyimpangan,” ujarnya, menjelaskan.
Kata dia, proses hukum belum memperlihatkan progresivitas yang signifikan. “Oleh karena itu saya mendorong proses hukum yang sedang berjalan usut sampai ke akar-akarnya. Pengawasan publik mutlak harus dilakukan secara ketat. Semua harus punya komitmen kuat untuk memutus mata rantai korupsi yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya,” kata dia, menjelaskan.
Lanjut dia, apalagi empat tersangka yang sudah ditetapkan di antarnya pengurus partai politik. Alih-alih parpol berperan untuk mengurangi kasus korupsi yang terjadi, ini malah menjadi bagian dari pelaku korupsi. Pengawasan ini harus lebih diperketat lagi oleh seluruh elemen masyarakat secara kritis.
“Kasus korupsi di Kabupaten Tasikmalaya seolah menjadi puncak gunung es praktik kong kaling kong dalam pemotongan anggaran. Hal ini menjadi paradoks dan citra buruk dalam demokrasi kita,” ujar dia.
Terpisah, Pengamat sosial politik dan pemerintahan Tasikmalaya Asep M Tamam mengatakan, terkait dengan empat pengurus partai yang ditetapkan tersangka ini, dalam pengembangannya kejaksaan harus lebih berani.
“Harus berani mempertanyakan apakah hanya sebagai eksekutor di lapangan atau ada di atasnya lagi. Kita masyarakat berharap mereka yang menjadi tersangka ini berani jujur menyampaikan, apakah mereka hanya menjadi koma atau titik, eksekutornya,” ungkap Asep.
Kalau hanya menjadi koma, kata Asep, berarti masih ada titik di atasnya. Pada intinya ini menjadi pekerjaan kejaksaan yang sedang menangani kasusnya, yang bisa mengembangkan dari keterangan tersangka.
“Kita mendorong dan percaya kejaksaan sudah mempunyai sistem untuk mengetahui apakah tersangka itu koma atau titik. Kejaksaan punya sistem untuk mengembangkan kasus ini,” paparnya.
Dia menambahkan, masyarakat mempunyai harapan kepada kejaksaan yang mampu mengembangkan kasus ini tidak berhenti di koma tetapi sampai ke titiknya.
“Kejaksaan ini mempunyai tugas dan perangkat sistem yang bisa mengembangkan kasus. Sehingga mampu mengungkap. Apakah ini berhenti di tersangka yang sudah ditetapkan. Atau ada pihak lain yang justru perannya lebih besar daripada tersangka sekarang,” tambah dia. (dik)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: