Soal Klaim Polis Asuransi tak Cair, Begini Kata OJK Tasik

Soal Klaim Polis Asuransi tak Cair, Begini Kata OJK Tasik

radartasik.com, CIHIDEUNG — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menindaklanjuti sejumlah keluhan yang disampaikan nasabah terhadap Asuransi Jiwa Bumiputera 1912.


DiA­mana perusahaan tersebut meA­ruA­paA­kan mutual, sehingga para peA­meA­A­gang polis (tertanggung) sebagai peA­miA­lik saham tengah berproses daA­lam pengurusan administratif di internal.

Kepala OJK Tasikmalaya Edi Ganda Permana menjelaskan mutual atau usaha bersama merupakan satu bentuk badan hukum penyelenggara usaha perasuransian di Indonesia. Hal itu diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, jenis badan hukum lainnya ialah perseroan terbatas dan koperasi.

“Umumnya bentuk badan hukum usaA­ha perasuransian di Indonesia iaA­lah perseroan terbatas, dan jenis usaA­ha bersama hanya ada satu yakni AsuA­ransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJB Bumiputera) 1912 yang sudah berA­diri sejak 12 Februari 1912,” kata Edi meA­lalui pesan tertulis, Rabu malam (14/7/2021).

Dia menceritakan asuransi tersebut didirikan Dwidjosewojo bersama rekannya MKH Soebrata dan Adimidjojo, saat diselenggarakannya Kongres Guru Hidia Belanda (PGHB) di Magelang pada Tahun 1912.

Kala itu Dwidjosewojo selaku Sekjen Pengurus Budi Utomo. Pendirian AJB Bumiputera Dwidjosewojo saat itu juga sebagai Sekretaris Jenderal Pengurus Budi Utomo. Para tokoh pendiri AJB Bumiputera mendirikan jenis usaha mutual ini tentu memiliki latar belakang dan dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya, karena mereka tidak memiliki banyak uang sebagai modal.

“Modal pertama AJB Bumiputera ialah premi dari ketiga pendiri sebagai nasabah atau pemegang polis pertama karena dalam usaha bersama atau mutual pemegang polis juga menjadi pemegang saham perusahaan,” ceritanya.

Sampai saat ini, lanjut Edi, pemegang polis-nya sudah mencapai lebih dari 4 juta orang. Pendirian usaha bersama ini benar-benar menjalankan asas gotong royong murni, sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 Undang- Undang Dasar 1945, sehingga dapat dikatakan perusahaan asuransi jiwa berbasis perkumpulan.

“Jenis badan usaha bersama ini dibilang unik ya, memang unik. Salah satu keunikannya ialah bahwa selama kurun waktu 108 tahun, sekalipun belum ada undang-undang yang mengatur secara khusus operasional dari asuransi mutual ini, dapat berdiri dan berkembang serta menjadi bagian dari sejarah penting perasuransian di Indonesia,” katanya memaparkan.

Di samping itu, hanya ada satu perusahaan asuransi berbentuk mutual di Indonesia. Peraturan pemerintah tentang usaha bersama ini keluar setelah AJB Bumiputera menghadapi masalah likuiditas. OJK telah melakukan berbagai upaya untuk menyehatkan perusahan. “Namun, sampai sekarang belum membuahkan hasil yang diharapkan,” jelas Edi.

Edi menerangkan perbedaan usaha bersama atau mutual dengan perseroan terbatas, dimana setiap pemegang polis atau tertanggung, otomatis ikut menjadi pemegang saham perusahaan. Hal itu, tentu berkonsekuensi hukum lantaran setiap pemegang saham harus bertanggung jawab terhadap kerugian perusahaan. Jadi pemegang polis AJB Bumiputera.

“Di samping berhak atas keuntungan yang dicapai oleh perusahaan, juga wajib ikut menanggung seluruh kerugian dari kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Ketentuan ini juga telah diatur dalam Pasal 10 dan 11 Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2019 tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama,” paparnya.

Pihak OJK Pusat, kata Edi, menilai saat ini kondisi keuangan AJB Bumiputera mengalami kerugian dan batas tingkat solvabilitas juga sudah minus. Artinya, jumlah kewajibannya sudah lebih besar dari jumlah kekayaan atau aset yang dimiliki. Banyak hak atas nasabah (klaim dan polis jatuh tempo) belum dapat dibayarkan oleh perusahaan.

“Ini menjadi keprihatian kita semua dan juga tentu keptihatinan OJK. Yang menjadi perlu diketahui oleh masyaraat khususnya pemegang polis ialah bahwa pemegang polis ikut bertanggung jawab renteng terhadap kerugian perusahaan,” tutur dia.

Artinya, lanjut dia, semua nasabah Bumiputera yang adalah juga pemegang saham, kelihatannya saat ini hampir tidak mungkin dapat memperoleh haknya sesuai dengan jumlah yang diharapkan, atau yang tertera dalam polis asuransi, karena perusahaan saat ini kondisinya rugi.

“Jalan terbaik yang perlu dilakukan saat ini ialah mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Jadi semua nasabah sepakat bersama- sama dengan pengurus perusahaan untuk menunda pembayaran seluruh kewajiban,” jelas Edi.

Lalu dihitung berapa sisa aset saat ini. Setelah diketahui dan disepakati maka sisa aset dibagi rata secara proporsional kepada semua pemegang polis. Menurutnya, sisa aset bisa juga tidak dibagikan, tetapi dijadikan modal awal untuk kembali menjalankan usaha dimulai dari nol.

“Cara ini adalah pendekatan yang terbaik bagi semua pihak, baik bagi OJK karena masalah dapat diselesaikan, dan baik juga bagi pemegang polis dan pengurus perusahaan. Pengajuan PKPU ke pengadilan tentu atas seizin atau rekomendasi OJK,” katanya menjelaskan sesuai rilis dari pusat.

Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya Muslim MSi menilai perlu adanya pengawasan serius dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dimana kondisi pandemi Covid-19, membuat investasi atau asuransi masyarakat sulit melakukan pencairan.

Hal itu ditegaskan setelah dirinya sempat mengajukan polis pencairan atas investasi dollar yang diikuti dirinya, istri dan anaknya.

Sayangnya sejak pengusulan pada awal Tahun 2020 lalu, pihaknya tak kunjung mendapat kejelasan waktu pencairan.

“Kemarin saya ke kantor perusahaan jasa keuangan itu, nyatanya banyak nasabah mengalami hal serupa. Ingin melakukan pencairan, pihak perusahaan tak bisa memberikan waktu kejelasan kapan hak nasabah bisa ditunaikan. Saya merasa di-PHP,” tuturnya kepada Radar, Senin (12/7/2021).

Fenomena itu banyak terjadi di masyarakat, menurutnya jasa keuangan yang bergerak di bidang pembiayaan, pinjaman sampai dengan asuransi jiwa mengalami dampak serius akibat pandemi Covid-19 yang terjadi.

Namun, lanjut Muslim, khusus jasa keuangan yang ia ikuti justru mengalami kemandekan sebelum pandemi berlangsung.

“Padahal saya dengar sudah ribuan nasabah sejak awal 2020 ajukan klaim polis-nya, sayangnya saya sendiri juga sampai saat ini belum dapat kejelasan kapan bisa cair, meski jatuh tempo sudah berakhir pada Mei 2020 lalu,” keluh Ketua DPC PDI-P Kota Tasikmalaya itu.

Pihaknya meminta lembaga pengawasan keuangan bisa menindaklanjuti keluhan sejumlah masyarakat yang bernasabah di sarana investasi atau pun asuransi yang ada. Termasuk ia pun akan meminta Komisi II DPRD tidak tutup mata menangkap fenomena ini.

“Banyak korban di bawah, ya masih syukur yang tidak butuh-butuh mendesak, coba menimpa yang terdesak mau gimana?,” tanya Muslim. (igi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: