PKL Cihideung Mulai Bongkar Atap Lapak

PKL Cihideung Mulai Bongkar Atap Lapak

RADARTASIK.COM, CIHIDEUNG — Beberapa Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Cihideung mulai membongkar atap di lapak dagangannya pada Sabtu (19/6/2021). Namun jumlahnya masih sebagian kecil, di banding banyaknya PKL di jalan tersebut.


Pantauan Radar, gapura pintu masuk area PKL terlihat sudah tidak ada di Jalan Cihideung, Minggu (20/6/2021). Termasuk beberapa lapak pedagang pun sudah tidak lagi beratap.

Kepala Dinas KMKMM Perindag, H M Firmansyah mengatakan pihaknya terus mengawasi area PKL. Disebutkannya beberapa PKL sudah mulai membongkar atap di lapaknya pada hari Sabtu (19/6/2021). “Mereka melakukan secara mandiri, atas kesadaran sendiri,” ungkapnya kepada Radar.

Menurut perhitungannya, sedikitnya ada 20 lapak PKL yang sudah tidak ditutupi atap tenda. Diharapkan pembongkaran secara mandiri tersebut bisa diikuti oleh pedagang lainnya. “Ya kami harap semuanya bisa dengan kesadaran sendiri membongkar,” tuturnya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah memberi waktu lima hari hingga Selasa (22/6/2021) untuk PKL membongkar tendanya sendiri. Hal itu, terhitung mulai hari Jumat (18/6/2021), di mana pemerintah menyebarkan surat pemberitahuan kepada pedagang. “Jadi masih ada waktu, saya harap pedagang bisa membereskan lapaknya sendiri,” tuturnya.

Dengan membongkar atap lapaknya, kata dia, para PKL tidak kehilangan sumber rezeki mereka. Pasalnya, aktivitas berjualan masih diberikan toleransi dengan catatan konsep lapak terbuka.

“Silahkan masih berjualan, tapi tidak menggunakan atap tenda,” tuturnya.

Meskipun atap tenda PKL sudah dibongkar, sambung Firman, para PKL masih meninggalkan barang dagangannya di Jalan Cihideung. Sebagaimana dikeluhkan beberapa pedagang dalam menyikapi instruksi pemerintah.

Meski belum maksimal, lanjut dia, kondisi itu dinilai sebagian warga sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya. Pasalnya, jalur tersebut tetap terang saat dilewati sore hari.

Seperti yang diungkapkan Fathan Fauzan (20), remaja asal Indihiang itu mengatakan sebelumnya jalur tersebut sangat pengap. Terlebih saat melintas sore hari di mana aktivitas berdagang sudah tidak ada. “Ya mudah-mudahan bisa merata sepanjang Jalan Cihideung, tidak hanya sebagian saja,” ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Kota Tasikmalaya sudah mengeluarkan surat pemberitahuan agar Pedagang Kaki Lima (PKL) Jalan Cihideung membongkar atap lapaknya. Di sisi lain, para pedagang tersebut kebingungan untuk menyimpan barang dagangannya.

Sebab, para pedagang yang membuka lapak di Jalan Cihideung tidak semua warga sekitar .Sebagian besar dari mereka merupakan warga dari kecamatan luar Cihideung.

Bahkan, berdasarkan hasil pendataan Dinas KUMKM Perindag, para pedagang tersebut ada penduduk Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis. Hal itu membuat tempat penyimpanan menjadi kendala bagi para pedagang.

Pantauan Radar, para pedagang masih beraktivitas seperti biasanya, Jumat (18/6/2021). Padahal, pemerintah sudah meminta mereka untuk melakukan pembongkaran konstruksi atapnya.

Seperti halnya Nuraeni Ikhsan (55), pedagang baju yang mengaku bingung menanggapi perintah membongkar atap lapaknya. Karena bukan hal mudah, jika setiap hari harus mengangkut barang dagangannya pulang pergi. “Bingung karena jadi ribet,” ungkap warga Cikiara itu kepada Radar, Jumat (18/6/2021).

Disinggung soal komitmen pedagang tahun 2015 lalu, agar aktivitas berjualan hanya diperbolehkan sampai pukul 16.00, hal itu dia akui. Namun sebelumnya, ada gudang yang bisa disewa di sekitar Cihideung. “Sekarang sudah enggak ada, sudah dijual,” terangnya.

Nuraeni berharap penataan yang dilakukan pemerintah lebih kepada membenahi lapak-lapak PKL menjadi lebih permanen. Karena menurutnya dengan begitu kondisinya akan lebih baik. “Ya misal diperbaiki jadi pakai baja ringan,” harapnya.

Hal serupa juga diungkapkan Iis Ernawati (55), pedagang pakaian asal Cilolohan Kecamatan Tawang. Dia pun mengaku kebingungan untuk menyimpan barang dagangannya. “Sama dengan yang lain, dulu ada gudang tapi sekarang enggak ada,” terangnya.

Disinggung soal pemerintah yang memberi waktu 5 hari untuk pedagang membongkar atap lapaknya, dia belum bisa berkomentar. Sejauh ini, mereka merasa berat hati untuk melakukannya. “Karena bingung mau disimpan di mana,” tuturnya.

Pengakuan serupa diungkapkan oleh Oni Sahroni (46), dia mengaku setuju jika kawasan itu ditata. Namun, dia berharap penataan lebih kepada perbaikan lapak-lapak dagangan. “Ya misal pakai baja ringan atau apa,” ujarnya kepada Radar.

Disinggung soal lapak dagangan harus dibereskan usai aktivitas berjualan, dia kebingungan. Pasalnya dia tidak punya tempat penyimpanan yang lokasinya dekat dengan Jalan Cihideung. “Dulu ada di Komalasari, tapi sekarang enggak ada,” ujarnya. (rga)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: