Penurunan Dana Transfer Ancam Kemandirian Daerah, Kota Tasikmalaya Harus Waspadai Dampaknya
Dosen Ilmu Politik Universitas Siliwangi, Hendra Gunawan, saat berdiskusi dengan mahasiswa soal otonomi daerah. ayu sabrina / radar tasikmalaya--
BACA JUGA:Hasilkan Foto Main Golf Realistis dengan Prompt AI, Praktis Banget!
Namun, skema ini membuat pemerintah daerah kehilangan kendali langsung atas anggaran.
“Ketika semua dikendalikan dari pusat, daerah hanya jadi pelaksana. Akuntabilitasnya vertikal ke Jakarta, bukan ke masyarakat lokal,” kata Hendra.
Ia menilai pola ini bisa menurunkan daya inovasi daerah.
“Kalau semua keputusan dikendalikan dari atas, pemda sulit menyesuaikan program dengan kebutuhan warganya,” ujarnya.
BACA JUGA:Ngopi Aesthetic di Kafe Cuma Modal Prompt AI, Gini Caranya!
Ancaman terhadap Kemandirian Fiskal
Hendra menilai kebijakan pengurangan TKD berpotensi memperlemah posisi tawar daerah terhadap pusat, terutama bagi daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kecil.
“Anggaran adalah alat kepatuhan. Kalau TKDD turun, daerah makin tergantung pada pusat. Otonomi fiskal jadi simbolis,” ungkapnya.
Dalam RAPBN 2026, rencana penurunan TKDD hingga sekitar Rp650 triliun dinilai bisa menekan kemampuan daerah dalam menjalankan program dasar.
BACA JUGA:Tampil Classy! Edit Foto Liburanmu di Hotel Mewah dengan Prompt AI
“Bagi daerah kecil dan menengah seperti Tasikmalaya, ini ancaman nyata,” tegasnya.
Warga yang Akhirnya Menanggung Beban
Ketika dana pusat berkurang, sementara target pembangunan tetap tinggi, beban tambahan bisa dialihkan ke masyarakat.
“Kemungkinan pemda menaikkan pajak dan retribusi daerah itu besar. Dan ujungnya, masyarakat yang menanggung,” kata Hendra.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: