JAKARTA - 74 profesor yang tergabung dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi mendesak Pimpinan KPK membatalkan penonaktifaan 75 pegawai tak lolos TWK.
Dalam pernyataannya, mereka menyatakan bahwa TWK yang diikuti seluruh pegawai KPK memiliki problematika serius.
Mereka juga berpendapat empat poin dalam SK Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 sudah merujuk pada ranah pemberhentian oleh Pimpinan KPK.
“Sebab 75 pegawai KPK yang disebutkan TMS tidak dapat lagi bekerja seperti sedia kala,” ujar Prof Sigit Riyanto dalam surat pernuataan tersebut, Minggu (16/5/2021).
Menurutnya, secara garis besar ada dua isu penting yan tertuang dalam TWK.
Mulai dari pertentangan hukum sampai pada permasalahan etika publik.
Faktanya, TWK tidak sekalipun disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 (UU KPK) atau Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 sebagai syarat untuk melakukan alih status kepegawaian KPK.
Bahkan MK telah menegaskan di dalam putusan uji materi UU KPK, bahwa proses alih status kepegawaian tidak boleh merugikan hak-hak pegawai KPK.
Namun aturan itu ternyata telah diabaikan begitu saja oleh Pimpinan KPK.
Dengan tetap memasukkan secara paksa konsep TWK ke dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021.
Mereka menilai, substansi TWK juga memunculkan kecurigaan.
Khususnya dalam konteks pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada pegawai KPK saat menjalani wawancara.
Secara umum, apa yang ditanyakan mengandung nuansa irasional dan tidak relevan dengan isu pemberantasan korupsi.
Jadi, tegas Sigit, dapat disimpulkan bahwa TWK ini tidak tepat jika dijadikan syarat untuk mengangkat pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.
“Semestinya proses alih status ini dapat berjalan langsung, tanpa ada seleksi tertentu sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan,” sambung Sigit.
Rekam Jejak tak Diragukan
Sementara, sejumlah pegawai KPK yang diberhentikan telah memiliki rekam jejak panjang dalam upaya penindakan maupun pencegahan korupsi.
Kategori :