CIHIDEUNG - Niat mulia tenaga kesehatan dan non kesehatan yang tergabung dalam relawan Covid-19 Kota Tasikmalaya harus menelan pil pahit. Setelah fasilitas akomodasi untuk bermukim di salah satu hotel berakhir, mereka harus angkat kaki tanpa kejelasan. Ditambah hak atas gajinya selama tiga bulan terakhir belum tuntas dibayarkan.
Ada sekitar 100 relawan yang bertugas menangani isolasi dan karantina pasien Covid-19 di Kota Tasikmalaya, semula mereka difasilitasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk tinggal di salah satu hotel di Jalan Kalektoran, Tawang, Kota Tasikmalaya sejak Februari sampai dengan April 2021.
Beruntung, pihak hotel masih memberikan waktu supaya relawan Covid-19 Kota Tasikmalaya memikirkan tempat tinggal selanjutnya hingga 1 Mei 2021. Sayangnya, dari pihak terkait lagi-lagi tidak ada kejelasan sampai mereka terpaksa check out meninggalkan hotel dan kembali ke rumah masing-masing.
Dan itu hanya berlaku bagi relawan yang berasal dari Kota Tasikmalaya, berbeda dengan 12 relawan asal luar daerah yang terpaksa tinggal di tempat saudara, rekan bahkan di rumah sakit. Mereka berasal dari Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya, Majalengka dan Garut.
“Setelah check out kami berpencar, kemudian beberapa tinggal di rumah saudara tetapi jauh untuk kembali ke tempat bertugas masing-masing,” keluh salah seorang relawan, asal Baregbeg Kabupaten Ciamis, Irma Agustin (24) kepada Radar, Senin (3/5/2021).
Dia bersama 11 relawan lainnya kebingungan. Tidak mengantongi uang lebih untuk menyewa kos atau kontrakan, karena gaji untuk Maret hingga Mei 2021 s belum juga diterima. Beberapa diantaranya pun enggan untuk pulang, apalagi dengan tangan kosong.
Ditambah, mereka masih harus bertugas sampai pandemi Covid-19 benar-benar berakhir. “Mau cari kontrakan atau kos bagaimana, kami tidak ada uang untuk membayar. Beberapa relawan juga sudah berumah tangga, mau pulang pun bagaimana,” keluh Irma.
Mereka difasilitasi salah seorang dokter, yang juga bagian dari tim penanganan Covid-19 Kota Tasikmalaya. “Kami bersyukur sekali, qadarullah ada jalan. Setidaknya urusan tempat tinggal sudah ada solusi, tinggal kami merenungi persoalan gaji,” tuturnya menceritakan.
Spontan 12 relawan itu berbondong-bondong mendatangi rumah kontrakan tersebut. Membersihkan seluruh isi rumah, sambil menata barang-barang bawaan mereka, seperti kasur, pakaian dan peralatan lain untuk menjalankan aktivitas. Apalagi, rumah kontrakan tersebut sudah beberapa lama kosong, dan kondisinya pun kurang begitu terawat.
Baru bernafas lega urusan tempat tinggal, ternyata warga disekitaran rumah singgah mereka bereaksi. Selepas jam waktu sahur Senin (3/5/2021), salah seorang warga mendatangi rumah kontrakan mereka. Meminta perwakilan dari penghuni rumah datang ke masjid, yang berjarak hanya sekitar 7-10 meter dari tempat mereka tinggal.
“Yang datang agak kurang mengenakan, tanpa salam atau apa tiba-tiba minta perwakilan kami ke masjid. Kita penuhi itu dan akhirnya memberikan penjelasan mengapa kami tinggal di sana,” ungkap dia.
Sayangnya, setelah perwakilan relawan Covid-19 menceritakan kronologis dari awal hingga akhir. Warga tak merestui keberadaan mereka di kompleks pemukiman itu. Mereka menduga, warga khawatir dan takut terhadap para relawan, seolah berisiko membawa virus dan berpotensi memaparkannya ke masyarakat sekitar.
“Sayangnya kita diberi waktu sampai sore hari untuk berbenah, dengan penuh rasa kecewa, marah campur sedih. Terpaksa kami pergi dari sana dan bingung kembali mau kemana,” rinci Irma dengan nada sendu.
Air mata alumni Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis itu pecah, seraya menceritakan di tengah kegalauannya bersama relawan lain mereka diundang ke kediaman Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya dr Uus Supangat. Mereka mengadu dan mengeluhkan kekesalan, ketika tenaga mereka digunakan dalam melayani pasien Covid-19, untuk sekadar tinggal saja mereka sampai ditolak warga.
Kategori :