Banyak anak yang belajar di pesantren tercatat seolah-olah tidak melanjutkan pendidikan formal, padahal mereka tetap mendapatkan pendidikan yang diakui undang-undang.
“Santri di pesantren salafiyah tidak bisa disebut putus sekolah. Mereka tetap mendapatkan pendidikan yang diakui dan dilindungi,” tegasnya.
Asep meminta Peraturan Bupati segera diterbitkan sebagai dasar teknis pelaksanaan agar hak pendidikan santri dapat tercatat sama seperti peserta didik di sekolah umum.
Menurutnya, dugaan angka 29 ribu anak putus sekolah kemungkinan besar muncul karena banyak anak masuk ke pesantren salafiyah sehingga tidak tercatat dalam sistem pendidikan formal.
“Kami pastikan setiap anak mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan. Satgas akan bekerja cepat untuk memastikan datanya valid,” tukasnya.