“Hong Kong adalah bagian dari ekonomi global, dan demonstrasi di sana menghancurkan ekonomi dengan blokade jalan-jalan utama, stasiun kereta, dan jalan tol. Ini berdampak besar,” jelasnya.
Gibum juga menggarisbawahi esensi gerakan di Hong Kong, yang tidak mengedepankan heroisme individu, melainkan kesadaran kolektif untuk menyelamatkan banyak orang.
"Kita tadi lihat seorang siswa mengalami mental breakdown, dan paramedis yang ingin membantu namun dihalangi aparat. Semua dilakukan dengan kesadaran bersama, bukan demi pencapaian pribadi," paparnya.
Namun, ia menyesalkan bahwa hal serupa belum terlihat di Tasikmalaya. Gibum menyebut masih ada egoisme dalam gerakan massa di kota ini.
BACA JUGA:Nikocado Avocado Diet Hingga 113kg, Rahasia Penurunan Berat Badannya Langsung Viral
"Aksi tidak perlu komando yang berlebihan. Yang dibutuhkan adalah kesadaran bersama untuk mencapai tujuan. Di Tasikmalaya, gerakan belum bersatu," tandasnya.
Para peserta diskusi berharap bahwa pengetahuan dari dokumenter ini dapat menginspirasi para aktivis di Tasikmalaya untuk menciptakan gerakan massa yang lebih solid.
Mengingat, pelanggaran HAM masih sering terjadi di Indonesia, menuntut adanya solidaritas dan kesadaran bersama dalam memperjuangkan keadilan.