“Maka ketika kita bisa bersinergi dengan pemerintah provinsi dan pusat dibarengi dengan kearifan lokal serta kreativitasnya maka akan mencetak SDM yang unggul. Ditambah lagi dengan fungsi pesantren sebagai pusat ilmu agama dan pengetahuan harus dikolaborasikan,” paparnya.
Julukan Kota Santri
Viman mengaku Kota Tasikmalaya adalah Kota santri sudah menjadi julukan yang melekat. Kota Tasikmalaya adalah Kota Resik, Kota Tasikmalaya adalah Mutiara dari Priangan Timur juga melekat.
“Saya setuju dengan julukan Kota Tasikmalaya adalah Kota Santri. Tapi kita harus lebih menyasar ke mental dan ahklak yang yantri,” ucapnya.
Masalah penyakit masyarakat yang masih muncul hingga kini seperti minuman keras, LGBT, narkoba dan prostitusi, maka penuntasannya harus diawali dari demografi Kota Tasikmalaya.
“Di mana Kota Tasikmalaya ini pendudukanya sebanyak 60 persen adalah anak muda. Jadi bagaimana Milenial, Gen Z dan Alpa ada di sana. Pola pendekatan lewat dakwah dengan lebih kreatif,” katanya.
Sebab dengan kondisi demografi seperti itu maka pemerintah harus bisa masuk siarnya dengan kreatif. Seperti di beberapa daerah lain sudah ada.
“Ya contohnya hijrahfest. Lalu bagaimana kita bisa mengangkat sumber daya pesantren ini lebih atensi dan masuk ke demografi. Sehingga pada akhirnya Kota Tasikmalaya ini tak hanya Kota Santri tapi juga mental dan akhlaknya,” pungkasnya.