Tetapi untuk menikahkan Puteri Dyah Pitaloka dengan Hayam Wuruk di Majapahit.
Pasukan yang dibawa hanya pengawalan kecil saja.
Sebab mereka pergi dengan tujuan damai. Juga merasa antara dua kerajaan tidak ada selisih karena ada ikatan saudara.
Maka ketika pasukan kecil itu dikepung pasukan pimpinan Gajah Mada, terjadi peperangan yang tidak seimbang.
Prabu Linggabuana sebagai raja kerajaan Sunda Galuh merasa terhiba dengan ultimatum Gajah Mada.
Prabu Linggabuana merasa dikhianati Majapahit. Dia tidak sudi menuruti Gajah Mada.
Prabu Linggabuana memerintahkan semua pasukan kecil melawan sampai titik darah penghabisan.
Perlawanan itu memang tidak seimbang. Tetapi ini bukan perang menang kalah.
Tetapi perang suci menjaga kehormatan negara dan bangsa.
Peperangan para kesatria Sunda melawan kelicikan Majapahit yang dimotori Gajah Mada.
Seluruh pasukan Kerajaan Sunda Galuh gugur. Tidak sedikit juga pasukan Majapahit yang meregang nyawa.
Puteri Dyah Pitaloka marah melihat ayahanda dan pasukannya gugur karena ulah Gajah Mada.
Menjaga kehormatan Sunda, Puteri Dyah Pitaloka melakukan bunuh diri dengan senjata konde yang tersemat dia ikatan rambutnya.
Puteri Dyah Pitaloka tidak sudi menyerahkan dirinya ke Raja Hayam Wuruk dalam kehinaan sebagai tawanan perang.
Kematian dipilih sebagai bukti kesetiaan dan menjaga kehormatan kepada Kerajaan Sunda Galuh.
Dalam perang Bubat ternyata tidak semua pasukan Sunda gugur.