Menurut mitos tempo dulu ketika terjadi Gerhana Bulan, itu karena sang raksasa menelan Bulan sehingga bumi menjadi gelap.
BACA JUGA:Wisatawan Asal Bandung Meninggal Dunia Dalam Perjalanan Pulang Liburan dari Pantai Pangandaran
Begitu juga ketika terjadi Gerhana Matahari karena sang raksasa menelannya sehingga Bumi menjadi gelap.
Agar Bumi kembali terang maka ketika terjadi Gerhana Bulan atau Gerhana Matahari harus dibunyikan kentongan, lesung, atau apa saja dipukuli agar berbunyi nyaring.
Tujuannya agar sang raksasa terusik dan memuntahkan Bulan atau Matahari yang ditekannya.
Saat gerhana sedang berlangsung, perempuan yang sedang hamil harus bersembunyi. Agar nanti wajah bayi yang dikandungnya tidak hitam saat lahir.
Makanya ketika berlangsung gerhana pada masa lampau orang-orang sibuk menabuh berbagai bunyi-bunyian.
Ada yahg memukul kentongan. Ada yang menumbuk lesung dengan alu seolah sedang menumbuk padi.
Irama tumbukan pada lesung juga ada khusus disertai doa-doa agar Bumi cepat kembali terang karena raksasa batal menelan atau memuntahkan Bulan atau Matahari.
Ada juga yang membunyikan alat-alat masak seperti kuali dan sebagainya asal mendatangkan bunyi.
BACA JUGA:Wah Ini Lho Cara Bedakan Bus HD dan HDD, Setiap Perusahaan Bus Punya Ciri Tersendiri
Tapi setelah Islam masuk dan syiarnya semakin meluas, tradisi itu hilang. Digantikan dengan cara-cara menurut Agama Islam yakni dengan melakukan ibadah tertentu.
Diantaranya memperbanyak mohon ampunan dengan istighfar, bersedakah, dan melakukan salat sunah Gerhana Bulan atau Gerhana Matahari.
Cara salat sunah gerhana memang berbeda dengan salat wajib atau salat sunah lainnya.
Dalam melaksanakan salat sunah gerhana ini jumlahnya 2 rakaat. Setiap rakaat ada 2 kali rukuk dan 2 kali membaca surah Al Fatihah.
Selesai melakukan salat sunat Gerhana Bulan atau Gerhana Matahari dilanjutkan khutbah.
Yang khutbah bisa langsung oleh imam atau ada khotib lain. Isi khutbah tentang nasihat agar memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.