Hukuman Goreng

Jumat 06-01-2023,05:30 WIB

Ibu saya guru SD. Lulusan SPG. Saya mengalami masa dimana ibu mengambil D2 di UT. Waktu itu gelarnya A.Ma.Pd. (Ahli Muda Pendidikan). Saya tidak paham bagaimana ibu waktu itu mengatur waktu selain mengajar dan merawat kami, kami masih sangat kecil. Ketika akhir SMP, ibu melanjutkan ke UT dan mendapat gelar S.Pd.SD. Waktu itu titel gelar belum diseragamkan, untuk menghindari bias maka di belakangnya ditambah SD, spesialisasi pada pendidikan SD. Saya sebetulnya suka dengan format tersebut, karena gelar saya bisa ditulis S.Pd.Fis. Sarjana Pendidikan Fisika. Supaya tidak dikira S.Pd. guru agama. Kan saya kurang religius. Ibu betul-betul sungguh2 berkuliah. Tugas Akhirnya, berupa 2 buah Penelitian Tindakan kelas, masing2 3 siklus. Ibu menuliskan TA itu dalam puluhan lembar folio bergaris. Saya yg mengetik di komputer. Sambil belajar, sambil "kuliah" di UT.

Haris Karyadi

UT juga sudah ada program Doktor loh... S3 ilmu manajemen dan S3 Administrasi publik...sempet jadi mahasiswa angkatan pertama tahun 2020...hue he he. UT keren

Ahmad Zuhri

Di UT udah banyak prodi yg terakreditasi A, diantaranya Manajemen, Ilmu Hukum, Pajak, dll.. Disetiap kota/kabupaten biasanya ada Kelompok-kelompok Belajar (Pokjar) sebagai kepanjangan dari UT daerah.. nah biasanya yg kuliah nya ada porsi tatap muka diatur teknis pelaksanaan nya seperti apa, biasanya UT sewa gedung sekolah setempat pas hari libur/diluar jam sekolah untuk pelaksanaan nya.. Tidak ada Skripsi, tapi membuat Karya Ilmiah sebagai syarat kelulusan.. walaupun 'hanya' Karya Ilmiah saya harus revisi sampai 12x agar bisa memenuhi tingkat plagiasi maksimal 30% via Turnitin hehehe..

ALI FAUZI

Siang hari banyak burung kuntul/// Ngalor-ngidul cari janda bahenol/// Sudah lama Pak Pry tak muncul/// Alhamdulillah kini sudah nongol/// Kasihan itu si bahenol kehujanan/// Sepertinya perlu belaian dan suntikan/// Sekali nongol sanjung Pak Dahlan/// Padahal biasanya penuh kritikan///

Rihlatul Ulfa

Saat saya menaiki kapal menuju Lampung pada malam hari. saya lihat laut menjadi hitam dan yg saya pikirkan adalah. 'oh bunuh diri yg paling mudah adalah meloncat dari kapal ini, tidak membuat rumah/kost/hotel/apartemen menjadi angker. paling2 saya ditemukan setelah jasad mengapung atau mungkin sudah dimakan ikan. saya juga berfikir saat mencoba menjadi pembunuh. saat korban saya masukan karung dengan pemberat batu dan buang dilaut lepas. buktinya kasus aksyena yg meninggal didanau sekecil itu saja pembunuhnya tidak pernah terungkap. apalagi strategi saya itu wkwkk. ini hanya pikiran liar. :p

Mpok Dipa

Awalnya saya tanya ttg UT ke pak Zuhri, wkt itu buat anak teman yg baru lulus SMA. Ternyata anak saya yg lulus SMK berminat juga (mungkin dia lelah krn mau lanjut ke Fak yg sesuai ilmunya saat d SMK ga sampai sampai tabungannya). Akhirnya dia kuliah di UT sekarang sambil bekerja d hotel Raflles Kuningan. Semua dia biaya sendiri sampai membeli buku dan laptopnya hasil dari kerjanya. Thn ini harusnya anak yg no 1 lanjut S2 setelah S1 Sastra Prancisnya d Unnes kelar sekitar 5 th yg lalu. Kadarallah, sdh bayar pendaftaran, sdh bikin esai bebas utk syarat ujian masuk...eh giliran test masuk harus d RS krn DB. Hilang dah semuanya he he he. Semoga aja th depan masih punya semangat utk lanjut lagi, mumpung masing single dan punya biaya sendiri utk lanjut kuliah. Tinggal takdir Tuhan saja, mana yg lebih duluan menghampiri d tahun 2023 ini : Jodohnya atau pengumuman pendaftaran kuliahnya. Semangaaaat buat semua mahasiswa yg kuliah modal sendiri di seluruh negeri !!!! 

Abd Qohar

Secara administrasi, UT memang sangat bagus. Tetapi praktek di lapangan perlu dikaji lagi. UT memang bagus dalam membantu dalam pemenuhan target bahwa guru harus sarjana (S1), dimana dulu mayoritas guru, terutama guru SD hanya lulusa Diploma (D3). Namun seiring perkembangan waktu, dan sudah banyak guru yang sarjana, UT menerima banyak mahasiswa dari lulusan SMA. Sebagian besar mahasiswa UT mengambil jurusan keguruan, terutama PGSD, yang nantinya akan menjadi guru SD. Pada pembelajaran di UT setiap semester hanya 8 minggu, biasanya Sabtu-Minggu, bisa secara Online, dan mahasiswa bisa lulus dalam 8 atau 9 semester. Kita bandingkan dengan kuliah di kampus reguler, tiap semester minimal 16 minggu, hampir tiap hari mahasiswa masuk secara offline. Mahasiswa bisa lulus 8 atau 9 semester. Banyak teori dan praktek pembelajaran serta sikap dan karakter yang harus dicontohkan dan dipraktekkan secara luring di ruang kelas. Bagaimana membuka pelajaran, mengelola kelas, mengaktifkan siswa dalam diskusi, mencontohkan sikap yang baik, dan sebagainya dipelajari dengan praktek secara luring. Ini penting karena mereka adalah calon guru yang nantinya akan mendidik siswa secara langsung/luring di kelas. Mungkin kalau pembelajaran di sekolah sudah online semua dan tidak perlu mengajari sikap/karakter secara nyata, maka mencetak guru model online tersebut bisa dilakukan, dan UT akan menjadi yang terdepan. Mohon maaf, ini hanya usul agar pendidikan di Indonesia bisa lebih baik, secara nyata..

balagak nia

Masuk STAN, Statistik sepakat pasti objektif karena pembelajarannya juga sulit & tidak semua orang mampu, kalo IPDN tdk yakin objektif krn kurang pintar pun pasti bisa ikut pembelajaran di IPDN. Waktu kasus Rektor Unila ditangkap, sempat terpikir orang tua yg memaksakan anaknya utk kuliah di kedokteran itu nekad. Tapi setelah dpt info, ternyata banyak juga kedokteran di univ2 yg menggampangkan siswanya lulus terutama jika mahasiswanya kebanyakan kurang pintar. Tapi kalau nekad masuk Kedokteran UI (contohnya) melalui jalur belakang & tidak ditunjang anaknye pintar, siap2 saja stress...akhirnya mundur....

balagak nia

Kategori :