Untuk 1 kilogram cicak basah, harganya Rp52 ribu. Setelah dikeringkan, dijual Rp380 ribu per kg untuk grade A. Untuk grade B Rp280 ribu per kg.
Penentuan grade A dan B didasari dari keutuhan tubuh cicak. Misalnya utuh tanpa ekor putus, dan tubuhnya lurus, masuk kategori grade A.
Sedangkan grade B untuk yang ekornya putus. Biasanya, hal itu terjadi saat cicak diburu dan berusaha melindungi diri.
BACA JUGA: Cicak Kering Hasilkan Ratusan Juta, Punya Nilai Jual Tinggi di Luar Negeri, Ladang Ekonomi Baru
”Kalau pengepul dari Cirebon, berapa pun saya terima. Hitungan ons hingga kilogram saya hargai dengan uang. Karena mereka setiap hari datang,” katanya.
Berbeda dengan pengepul dari luar kota, hitungannya per kuintal, dan biasanya barang datang 3 hari sekali.
Setiap hari rata-rata ia menerima cicak basah seberat 150 kg. Itu, masih kata dia, jauh berkurang dibanding beberapa tahun silam yang mencapai 1 ton per hari.
Dia tak membatasi kuota cicak. Berapa pun banyaknya akan dibeli. Cicak yang baru diterima langsung dimasukkan ke lemari pendingin. Menghindari proses pembusukan.
Biasanya, cicak diburu menggunakan lem tikus. Yang direkatkan pada ujung benda panjang seperti kayu. Bukan saja cicak yang biasa menempel di dinding.
Tapi, kata Gandi, cicak-cicak yang ditemui di perkebunan yang banyak merayap di tanah. Tak ada kriteria cicak khusus.
Meski sudah puluhan tahun melakoni bisnis cicak kering yang diekspor dari Cirebon ke China, Sugandi tidak mengetahui pemanfaatannya. Meski ada yang bilang untuk kosmetik hingga obat.
Namun, hingga kini bisnis cicak kering dari Cirebon yang dirintis Sugandi masih terus eksis dan mempekerjakan warga setempat. Kebanyakan ibu-ibu.
Proses pengolahan cicak kering dari Cirebon tersebut menggunakan oven. Yang kemudian di-packing hingga barang siap kirim dan menuju ke lokasi tujuan di luar negeri.