Pryadi Satriana
Menurut saya, ada bbrp 'kebijakan pendidikan' yang SANGAT SALAH. Pertama, 'kebijakan' - walaupun atas permintaan - mengirim 'guru2 terbaik kita' di sekitar th. 70-an dst. Kesalahan dimulai dari situ: 'anak tetangga diurus dg baik', tapi anak sendiri 'gak kopen'! Kedua, penerapan 'zonasi' dalam Penerimaan Siswa Baru (PSB). Maksudnya pemerataan kualitas pandidikan, yg terjadi 'pemerataan kualitas pendidikan yg rendah di hampir seluruh sekolah negeri'! (Fakta: sekolah2/pesantren2 yg memberlakukan seleksi masuk ketat yg berjaya!). Ketiga, penghapusan Ujian Nasional! (Fakta: Tiongkok - yg sangat ketat dlm standard UN - melesat jauh di bidang pendidikan, teknologi & ekonomi pun otomatis mengikuti!). Keempat, Mendikbud yg TIDAK memahami masalah2 pendidikan di Indonesia & penanganannya. Nadiem berorientasi ke negara2 Barat, yg sistemnya sudah mapan & kemampuan SDM-nya relatif merata. Kita tidak begitu! Kebijakan 'zonasi' & 'penghapusan UN' didasarkan pada dua hal tadi, yg di Indonesia masih amburadul! Demikian menurut saya. Salam. Rahayu.
Mirza Mirwan
Konon, sebelum hubungan diplomatik Indonesia-Tiongkok dibekukan pada 30 Oktober 1967 dulu banyak mahasiswa Tiongkok yang kuliah di Indonesia. Cerita itu saya dengar dari dosen senior saya di paruh akhir dekade 1970-an. Padahal di Tiongkok ada Universitas Peking (Beijing) dan Tsinghua yang, dari segi usia, lebih tua ketimbang UI, ITB, dan UGM. Tetapi sejak normalisasi hubungan diplomatik pada 23 Februari 1989 keadaannya jadi terbalik. Justru banyak mahasiswa Indonesia yang kuliah di Tiongkok. Dan semakin banyak lagi sejak awal milenium ke-3. Tidak ada yang berlebihan, memang. Saya menyaksikan sendiri, di pertengahan 1980-an Tiongkok itu terkesan tertinggal jauh dari Indonesia. Tetapi sekarang beda ceritanya. Tsinghua University, tempat Luthfiya mengambil program master itu, juga Peking University, termasuk dalam Top20 universitas dunia. Versi The Times Higher Education World University Ranking, Tsinghua nangkring di peringkat 16 dunia, diikuti Peking University di peringkat 17. Sementara versi QS World University Ranking, Tsinghua di peringkat 17 diikuti Peking University di peringkat 18. Kedua universitas sohor di Tiongkok itu kampusnya berdekatan, tetapi sebenarnya Peking University jauh lebih tua ketimbang Tsinghua. Bandingkan dengan UI, ITB, UGM yang peringkatnya sekian ratus sekian. Apakah sekarang tak ada lagi mahasiswa Tiongkok yang kuliah di Indonesia? Ya, masih ada.Tetapi kebanyakan mengambil Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia.
Johannes Kitono
Selamat untuk mb Lutfiah yang dapat bea siswa S 2 di Tsinghua. Memang pantas melihat integritasnya yang tinggi. Bersedia konversi gaji Rp.7,5 juta menjadi hanya Rp.1,5 juta demi mengabdi kampung halaman. Selain Tsinghua ( 1911 ) ,ada juga Beijing Univ ( Beita, 1898 ) yang rankingnya hampir sama. Alumni top Tsinghua antara lain Xi - Jinping dan Hu- Jintao. Sebaliknya alumni top Beita adalah Li Keqiang, Robin Li, CEO Baidu dengan kekayaan US$,14,7 mily. Suatu ketika ditahun 2000 an, Dr Sumet Jiaravanont,Chairman CP Indonesia mengundang Presiden Beita ke Jakarta. Tujuannya agar supaya Presiden Beita berbagi pengalaman pendidikan dengan petinggi Universitas di Indonesia. Diskusi dan santap siang di hotel Shangrila, Jakarta. Turut hadir wakil dari UI, Trisakti dan Tarumanegara yang saat itu Rektornya Prof Dali S Naga. Ketua Kadin Aburizal Bakri dan ex Dubes Letjen Kuntara ( alm ) dan beberapa pengusaha juga hadir. Ada hal hal yang lucu pada event itu. Panitia yang telah menyiapkan penterjemah bahasa Mandarin jadi malu tersipu. Dengan fasih Presiden Beita bicara dalam bahasa Inggris, ternyata beliau PhD dan alumni Stanford. Universitas swasta mahal di USA. Audiensi kembali terkagum ketika Letjen ( Purn ) Kuntara ex Dubes dengan fasih bertanya dalam bahasa Mandarin. Ada satu pertanyaan yang menarik,berapa angka DO di Beita. Jawabannya hampir tidak ada dan menurut sang Presiden, untuk diterima jadi mahasiswa di Beita. Sulit dan persaingannya tinggi sekali. ( bersambung )
Johannes Kitono
Kalau mahasiswa ada masalah akan dipilah.Masalah akademis atau finansial. Kalau akademis akan di tentir, semacam les tambahan. Kalau finansial mungkin bisa kerja extra di Perpustakaan. Jawaban tsb membuat seorang pendengar menyerutuk.Kok di negara Komunis justru mereka mengaplikasikan Pancasila. Malu aku. Target dari Beita setiap tahun akan mengirimkan ratusan lulusan terbaiknya untuk meraih S3 atau PhD di luar negeri. Ketika saat lunch, salah satu alumni Beita di Jakarta, yaitu Teguh Ganda Wijaya dari Sinar Mas duduk semeja dengan Presiden Beita. Dengan gembira P Teguh berulang ulang terima kasih ke panitia. Merasa bangga dan terhormat bisa duduk semeja makan dengan Presiden Beita yang sangat dihormatinya. Titip pesan untuk mb Lutfiah di Tsinghua. Belajar yang rajin dan jadilah yang terbaik. Siapa tahu setelah lulus bisa berbagi pengalamannya dengan para pembaca CHD. Mau di hotel Shangrila atau Resto Ayam Taliwang tidak ada masalah.
Leong putu
Alis lentik mata berbinar / Senyum manis sungguh menggoda / Gadis cantik juga pintar / Sarat prestasi namanya Lutfia / .. 365_mantun pintar.
Pryadi Satriana
"Lutfiya ke rumah saya kemarin. Dari Lombok dan balik ke Lombok. Untuk pamit ... ". Sekadar pamit. Tentu saja tidak! Lutfiya tahu, dia perlu memahami Tiongkok, dan dia tahu kepada siapa mohon 'saran + petunjuk + restu + referensi' kalau bicara ttg Tiongkok! Kemauan utk mencari tahu 'tentang segala sesuatu yg akan dihadapi di masa mendatang' + 'who(m) to ask' + 'what to ask' dsb. merupakan 'life skills' yg bermanfaat dan perlu dipelajari! Lutfiya telah belajar dari pertemuannyi dg Tuan Guru Bajang. Pun dg Abah Dahlan Iskan. Lutfiya masih akan bertemu banyak orang yg akan turut membentuk masa depannyi, sebagai "future leader". Selamat berjuang dan semoga berhasil, Lutfiya! Pembaca Disway - siapa pun Anda - tentu bisa belajar dari Lutfiya dan kisahnyi yg dituturkan Abah hari ini. Semoga kita semua mendapat berkahNya. Aamiin. Salam. Rahayu.
thamrindahlan
Lutfiya Selamat Hari Ibu Dikau pasti dilahirkan Ibu Luar Biasa Tekad perjuangan tak kenal lelah 13 angka keberuntungan bea siswa Lutfiya dikau contoh perempuan nusantara Kisah hidupmu berdarah darah Kini mencari ilmu di negeri China Bhaktimu kelak memimpin nusatenggara Selamat berjaya Tsinghua Lutfiya
Aljo
Abah bercerita agak panjang tentang Wagub NTB Sitti Rohmi Djalilah. Tentang prestasinya, hubungan kekerabatan dengan Gubernur NTB sebelumnya Tuan Guru Bajang, juga tentang kerukunannya dengan Gubernur NTB sekarang, Dr Zulkifliemansyah. Ada satu yang sepertinya Abah lupa membahas tentang wagub ini yaitu keputusan politiknya mengundurkan diri sebagai Ketua DPW Partai Nasdem NTB. Alasan yang disampaikan adalah ingin mengikuti jejak Tuan Guru Bajang, masuk Partai Perindo. Alasan yang tersembunyi kita tidak tahu.