Tung Desember

Minggu 18-12-2022,05:30 WIB

Punya tamu Tung, saya serasa dapat uang miliaran rupiah. Ia satu jam di rumah saya. Ia tidak berhenti menjawab pertanyaan. Isi pembicaraannya layak didengar 5.000 orang di ruang seminar. Tarifnya Rp 2.500.000/orang. Kalikan sendiri berapa miliar ia kehilangan uang di rumah saya hari itu.

Pun ketika Tung kena Covid-19. Ia tidak berhenti memberikan motivasi. Terutama kepada siapa saja yang senasib. Dari tempat tidurnya di rumah sakit, Tung menelepon saya. Video call. Ia memberi penjelasan mengapa saya yang pertama ditelepon. Ini rahasia berdua. 

Lalu ia menelepon banyak orang. Ia sebarkan semangat sembuh. Termasuk lewat video pendek yang ia rekam sendiri di kamar RS itu.

Tentu Tung tidak hanya bisa bicara. Ia memang selalu mengajak orang untuk sukses. Ia sendiri sangat sukses. Ia kaya raya. Kehidupan keluarganya juga membuat iri siapa saja. Suami-istri ini ibarat lebah dan bunga. Lebahnya nempel terus di bunga. Tidak puas-puas mengisap madunyi. Bunganya pun terus segar. Tidak pernah layu. Sang bunga terus bergoyang seperti selalu terkena angin sepoi-sepoi sepanjang masa.

"Saya tidak takut Pak Tung selingkuh atau apa. Itu urusan ia dengan Tuhan. Saya takut kalau Pak Tung sakit," ujar Ming Ming. 

Tidak hanya begitu sayang pada istri. Cara Tung berbakti pada orang tua juga istimewa. Bukan hanya kepada ibunya. Juga kepada bapaknya.

Waktu bapaknya sakit, Tung belum kaya. Tapi sudah bekerja. Sudah punya penghasilan. Ia pun berhemat habis untuk bisa menyenangkan sang ayah. 

Tung cari tempat kos yang sederhana. Yang murah. Agar bisa menabung. Pun bila tempat tidur di rumah kos itu lebih pendek dari panjang badannya. 

Tinggi badan Tung 183 cm. Panjang ranjang di tempat kos sederhana hanya 178 cm.

Ia harus menabung. Ia ingin membelikan jam tangan ayahnya. Ayahnya selalu ingin punya jam tangan yang bagus. 

Suatu saat Tung jalan-jalan dengan sang ayah. Mampir toko jam. Ayahnya lama sekali melihat satu jenis jam tangan di toko itu. Balik lagi. Lihat lagi. Balik lagi. Lihat lagi.

Tung menyimpan dendam di dadanya. Ia pengin membelikan sang ayah jam yang itu. Menunggu ada uang.

Setelah tabungannya cukup, Tung ke toko jam itu. Ia beli arloji itu. Ia pun mengajak sang ayah jalan-jalan. Lewat toko itu lagi. Sang ayah tentu mampir lagi. Ingin melihat jam incarannya itu.

Kecewa.

Jam yang ia suka sudah tiada.

Tung segera mengobati kekecewaan sang ayah. Ia keluarkan jam yang dimaksud dari sakunya. Ia serahkan jam itu ke ayahnya, di toko itu.

Kategori :