Toilet, apa itu ? Oooh Alien ya ? Pasti itu yang kebayang kalau kata itu saya dengar saat kecil dulu. Lhaaa wong ndeso, ndeso pinggir hutan. Yang ada kalau BaB ya di sungai, bahkan hingga remaja masih BAB di sungai. Pasti ada yang punya pengalaman BAB di sungai juga. Weeeeeeh BAB di sungai itu weeenak tenan. Pas airnya lebih tinggi sejengkal dari mata kaki, di pagi hari, sebelum ngopi, BAB dulu di sungai. Pakai sarung, di temani rokok sebatang. Di hibur suara gemercik air dan suara burung. Nikmat banget, bawah adem atas hangat. Kaki kadang terasa geli² dikit mungkin karena digrayangi udang kecil². Duuuuuuuuuh kok kangen masa-masa itu. Di sungai itu banyak kenangan indah. Belum lagi kalau mandi rame rame....duuuh indahnya....
Chei Samen
Usah dikenang masa nan lalu.. hatiku pilu..
Jimmy Marta
Kemaren sempat menjelajah negara benua hitam, Namibia dan Kongo. Les Routes L'impossible. Jalanan tanah gurun yang lima tahun gk pernah turun hujan. Sumber air yang jauhnya berkilo2 meter dari rumah. Di sebuah oase berebut air dengan hewan liar khas Afrika. Air digayung sambil misahkan lumut yg mengapung, masukkan ke jerigen. Kualitasnya jangan ditanya, dari warna saja sudah terlihat. Toilet? entahlah... Begitu masuk Kongo saya justru melongo. Dipikir Afrika itu gurun dan gurun. Ini negeri berbukit bergunung gunung. Masih ada hutan lebatnya. Namun sedihnya dari sarana jalan antar kota dan desa desa. Yang beraspal bekas buatan penjajah Belgia 60 tahun lampau sudah hancur. Lebih banyaknya jalan tanah berlobang, berlumpur bak kubangan. Dilalui truk2 usang bekas penjajah yg dipakai untuk pengantar bahan kebutuhan pokok. Jarak antar kota yang 54 kilometer ditempuh duahari dua malam. Ada joke di mereka soal menghitung ongkos tranportasi. Jarak bukan berdasarkan kilometer, tapi dihitung berapa hari perjalanan. ----virtualtravel..
Johannes Kitono
Manusia di dunia ini harus terima kasih kepada Bu Naning Adiwoso, Presiden Asosiasi Toilet Indonesia.Sudah memegang gelar sarjana lingkungan, arsitek dan desainer. Masih sempat dan mau mengurus masalah Toilet, kebutuhan vital umat manusia. Kampung saya di Sanggau, pinggir sungai Kapuas ( 1.145 km ) dulu banyak Lanting di sungai. Bangunan terapung itu serba guna. Selain tempat cuci pakaian, beras dan sayur. Disana ada jamban yang berfungsi sebagai kamar mandi dan sekaligus Toilet juga. Tidak ada pemisahan antara laki laki dan wanita.Masuknya harus antri ga usah pakai nomor. Habis bab cukup dicebok saja. Kebiasaan ini sudah berlangsung ratusan tahun. Tidak heran dari 5.590 sungai di Indonesia, konon 80 % sudah tercemar tinja manusia. Mungkin Asosiasi Toilet Indonesia bisa membantu mendesain lay out Lanting serba guna yang hyginis. Supaya air sungai tetap bening lestari, tidak ada tinja manusia yang mengambang diatasnya. Terima kasih. Hidup Presiden Partai, eh Asosiasi Toilet Indonesia
Mamak Edi
Setiap saya perjalanan ke Sumatera, sepanjang jalan jika perlu istirahat sholat, selalu cek kondisi toilet masjidnya dahulu. Jika tidak bersih, maka sholat ditunda hingga ketemu masjid yang toiletnya cukup bersih dan airnya pun cukup tersedia. Menurut saya, pengurus masjid perlu menjadikan kebersihan toilet masjid perhatian nomor satu. Dengan begitu saya yakin pengunjung masjid punya alasan untuk infak yang lebih dari biasanya. Apalagi jika di masjid itu ada pengumuman "Kebersihan toilet masjid ini ditentukan infak Anda!".
Namu Fayad
Ada bapak-bapak, waktu itu ia ada acara di hotel Borobudur. Pas ke toiletnya, kebanyakan model berdiri. Ia pake. Pas sudah selesai ia bingung, kok tidak ada tombol buat menyiram. Panik dia. Dibilangin bahwa itu ada sensornya akan aktif setelah ditinggalin. Tapi kan belum dibasuh. Solusinya, ia geser ke samping sambil pegang "itu"-nya, baru air siram keluar, langsung geser lagi buat basuh kepala sikecilnya. Tau gak apa komentar dia abis itu. "Toilet kafir" katanya.
Lukman bin Saleh
Seorang laki2 setengah baya berjalan tergopoh-gopoh. Keringat bercucuran di tubuhnya. Dia baru pulang dari sawah. Seolah tidak peduli dengan keadaan sekelilingnya. Yang dia ingat hanya masjid. Secepatnya dia harus ke sana. Setelah sampai. Buru-buru dia membersihakan tubuh. Seadanya. Memasang sarung yg telah dia siapkan. Kemudian masuk ke masjid mengumandangkan azan." Demikianlah gambaran marbot d masjid2 kita. Bekerja sukarela. Tanpa di gaji. Mereka punya keluarga. Mereka harus mencari nafkah. Jadilah masjid itu diurus seadanya. Jangankan membersihkan toilet, syukur2 sang marbot masih bisa azan 5 x sehari. Keadaan ini tidak boleh kita biarkan. Harus kita ubah. Mulai dari lingkungan masing2. Sangat ironis jika agama Islam yg katanya sangat mengutamakan kesucian dan kebersihan ini harus memiliki lingkungan masjid yang jauh dari kata bersih. Jika marbot kita belum di gaji dengan layak. Gaji mereka. Agar bisa bekerja profesional. Lontarkan ide ini saat ada rapat. Jika memang sudah di gaji. Tegur para marbot itu. Tentu dengan cara seperti yg dikatakan Abah. Bagaimana agar mereka tidak tersinggung. Ayo kita mulai...
Liam Then
Jika kita sudah ada waktu meributkan masalah toilet, bersyukurlah, ini tanda kualitas hidup sudah membaik. Di Ukraina mereka lebih sibuk hal la Lebih separuh populasi dunia, cebok pakai kertas tissue. Di Tiongkok, 1.5 milyar orang ,budayanya cebok pakai kertas tissue. Itulah sebabnya perusahaan pabrik pulp berjaya, haus lahan baru, karena permintaan tak putus-putus. Tissue terbuat dari bubur kertas, yang berasal dari pohon akasia. Kode keras untuk BUMN sektor perkebunan, swasta bisa meraksasa, anda kok tak bisa? Padahal soal lahan, anda hampir tidak ada hambatan, tinggal kasih kode ke menteri BUMN, yang tinggal sapa presiden. Begitu juga soal modal. Kalau soal pasar, demand separuh populasi dunia, tak mungkin dapat anda penuhi semua. Di Tiongkok saja , setiap hari, ada 1.5 milyar orang butuh kertas tissue. Kadang juga terpikir, orang barat ngisin-in kita cebok pakai air ,sementara mereka pakai tissue. Sebenarnya siapa yang lebih enviromental friendly? Mereka atau kita? Tissue mereka bersumber dari pohon, hasil dari merambah hutan alami. Di ganti pepohonan mono kultur yang ditebang 6 tahun sekali. Tapi, biarkanlah ,jangan protes, biarkan mereka tetap cebok pakai tissue, toh mereka beli pulp nya dari kita. BUMN ayo fight. Swasta bisa , BUMN yang full fasilitas dan dukungan harusnya lebih bisa. Menjadi gede di bidang pulp ini. Saya pernah dengar dari seorang dosen PHD asal Australia. Pohon di Indonesia, tumbuh 2 kali lebih cepat ,dibanding dengan yang di Australia.
Jo Neka