”Kata tiga orang itu ada puluhan temannya yang juga berusaha kabur. Tapi berhasil ditangkap lagi. Tiga orang itu masih di sini,” kata Ustad Samsu.
Saya semakin cemas. Saya minta Edo putar arah lagi ke Penangsa. Saya teringat Widi Woman Workers Cares. Saya menelepon dia. Widi sudah tahu dan sedang menuju ke Bluebeach juga. Edo menyarankan saya menelepon temannya di sana. Ia berikan nomor telepon anggota Terpedo. Beberapa kali panggilan tak diangkat, meski pun tersambung.
”Ada nomor lain, Do?” tanyaku. Edo mengingat-ingat. Sementara itu saya teringat Nenia. Kenapa tak terpikir dari tadi. Saya langsung menelepon dia. Teleponnya tak aktif. Edo memberikan nomor lain. ”Itu anggota Terpedo juga,” katanya.
Telepon diangkat. Saya minta Edo bicara. ”Ronald, ini aku Edo. Ya, Edo. Ada apa di sana?”
Saya mendengar orang berteriak-teriak. Ada yang menjerit histeris. ”Edo, ada kerusuhan! Kerusuhan, Edo. Ada tembak-tembakan!”
”Ada polisikah?”
”Ya, ini yang tembak-tembakan polisi sama tentara! Ada teman-teman yang kena tembak!”
”Kau tunggu. Saya sedang menuju ke sana.”
”Jangan, Edo. Jangan ke sini… bahaya…,” lalu terdengar suara tembakan dan orang menjerit kesakitan.
”Ronald? Ronald? Kamu kenapakah?” Ronald tak menjawab lagi. Terdengar suara makin kacau dan teriakan orang-orang makin panik, ada yang minta tolong, jerit kesakitan, lari, lari, ada api, api, api…. Edo mempercepat laju mobil ke arah Penangsa. Aku semakin mencemaskan Inayah. (TAMAT, Bersambung ke Siapa Membunuh Putri II)