Sebelum Bang Eel menyuruh mengamati praktik kasino illegal di Bluebeach, saya sudah minta Nurikmal untuk menginvestigasi, kumpulkan fakta-faktanya. Terutama siapa yang mengendalikan. Banyak hal menarik yang bisa diberitakan tanpa harus menyentuh perjudiannya.
”Judi bukan hanya judi apalagi perputaran uangnya gila-gilaan. Ada data analisis arus uang masuk keluar yang diperkirakan terkait judi itu bisa lebih dari satu triliun. Sebulan. Itu hampir sepertiga APBD kota ini setahun,” kata Nurikmal.
Belum lagi hal-hal lain, prostitusi terselubung misalnya. Ratusan perempuan muda yang kerjanya mendampingi mereka yang berjudi itu juga menarik diamati. Nurikmal mewawancarai beberapa perempuan muda itu. Mereka mengakui yang mereka lakukan ya melayani tamu-tamunya dari kasino sampai kamar hotel.
”Ini juga bisnis besar. Ada mafia yang rapi. Jalurnya pasokannya, mereka direkrut dari Jawa atau Sumatera. Masuk ke Pulau Kerambil. Kita pernah tulis kompleks pelacuran di sana, namanya… Labuan Paya, ya itu, dia Labuan Paya. Orang-orang seberang yang muda-muda dan yang punya uang lebih mainnya ke Kerambil. Kita punya dapat data tarifnya. Dari sana, mungkin kalau sudah dianggap terlatih, baru kemudian cewek-cewek itu dibawa ke Borgam. Ya, sebagian besar bekerja di kasino itu,” kata Nurikmal.
Nurikmal usul bikin tulisan serial feature tentang orang-orang yang terkait dengan perjudian itu, terutama para preman, perpanjangan tangan atau katakanlah dikendalikan aparat itu, dan perempuan yang terlibat pelacuran terselubung itu.
”Kuatkan wawancaranya, ya. Data-data bisa dapat dari LSM yang fokus pada isu perempuan, ada beberapa yang saya kenal penggeraknya. Nanti saya kasih nomor teleponnya. Mereka banyaknya mengadvokasi buruh pabrik itu, sih, tapi saya tahu mereka juga mendata dan menangani banyak kasus pelacuran itu,” kataku.
Pak Rinto menelepon. Dia sudah kembali dari seberang. Ia mengucapkan selamat untukku dan tanya kapan rencananya kami menikah. Terkejut juga saya, tahu dari mana beliau?
”Calon mertuamu itu sahabat saya. Dulu pernah jadi wartawan di sini. Ke mana-mana sama saya dulu. Dia cerita kan? Saya berutang banyak sama dia. Tapi, nah, brengseknya dia tak pernah kasih kesempatan saya bayar utang-utang saya itu, jadi saya berutang terus…” kata Pak Rinto.
”Ya, Pak. Beliau cerita,” kataku. Hanya sekilas. Mungkin lupa. Mungkin ia sedang lebih tertarik untuk menceritakan hal lain.
”Anaknya, calon istrimu itu, dulu lahir di Singapura. Setelah lama dia tak punya anak. Itu pun saya diberi tahu setelah dia kembali ke Pekanbaru. Keterlaluan betul bapakmu itu. Apa yang bisa saya bantu untuk pernikahanmu, Dur? Kasih tahu saya ya… Apa pun yang kamu perlukan, saya mau bantu kamu. Kalau kamu sempat hari ini ke rumah ya. Ada banyak hal yang saya mau ceritakan…”
”Apa terkait kasus pembunuhan Putri, Pak?”
”Ada sedikit terkait dengan kasus itu.” (*)