JAKARTA, RADARTASIK.COM— Rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi akan lebih berisiko ketimbang menunda pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Demikian dikatakan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat.
Menurut penilaian Achmad Nur Hidayat, wacana kenaikan Pertalite dan Solar lebih berisiko ketimbang menunda Ibu Kota Nusantara (IKN).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan, sebelumnya, mengatakan pemerintah akan menaikan harga Pertalite dan Solar.
"Tentunya ini bukan kabar gembira bagi rakyat karena kenaikan BBM ini akan berimbas kepada kenaikan harga barang-barang pokok dan lebih berisiko ketimbang menunda IKN," ujar Achmad Nur Hidayat, Selasa 23 Agustus 2022.
Diberitakan sebelum-sebelumnya bahwa subsidi BBM telah menghabiskan anggaran senilai Rp 502,4 triliun.
BACA JUGA: Bengkulu Diguncang Gempa 6,5 SR, Plafon dan Dinding Rumah Warga Rusak
Anggaran besar tersebut digunakan untuk menjaga agar angka inflasi tidak melonjak tinggi.
"Ternyata subsidi yang dikorbankan sehingga risiko inflasi tentu saja jadi konsekuensi yang akan dihadapi oleh bangsa ini," kata Achmad Nur Hidayat.
Menurut Achmad Nur Hidayat, di tengah kondisi ekonomi yang masih lemah pasca pandemi yang belum sepenuhnya usai tentunya kebijakan itu belum tepat karena dampak yang harus ditanggung masyarakat dari kenaikan BBM ini sangat besar dan ada efek buruk yang berantai di masyarakat.
BACA JUGA:Ini Dia Peluang Ekspor ke Bulgaria yang Bisa Kita Coba, Salah Satunya Tepung Kelapa
Achmad Nur Hidayat menjelaskan jika memilih risiko mana yang paling berat sebetulnya pemerintah masih punya banyak alternatif dengan pertimbangan.
Pertama, pemerintah mengalami surplus dari penggunaan APBN sebesar Rp 73,6 triliun per Juni 2022, masih ada dana yang belum dioptimalkan.
Kedua, ada pembangunan infrastruktur yang masih bisa ditunda karena tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat seperti pembangunan IKN dan kereta api cepat.