SURABAYA, RADARTASIK.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menegaskan bahwa sistem pembayaran dengan metode paylater sebenarnya tidak haram, jika memenuhi beberapa hal.
Salah satunya tanpa adanya bunga lewat akad qard atau utang piutang yang menggunakan biaya administrasi yang rasional.
”Maksud administrasi yang rasional adalah dalam qard maudhu’-nya adalah menolong, sehingga jika ada biaya administrasi tidak masalah,” ujar Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jawa Timur KH Sholihin Hasan, Jumat, 5 Agustus 2022, ketika menjelaskan hasil Ijtima ulama MUI akhir Juli lalu.
BACA JUGA:Manajer Artis Terkenal Ditangkap Polisi Karena Konsumsi Narkoba
”(Jadi) kami tidak mempermasalahkan paylater sebagai metode pembayaran, tapi yang dibahas adalah akad yang digunakannya,” sambungnya.
Selain soal akad, Kiai Sholihin juga mengungkapkan sistem paylater boleh digunakan jika menggunakan akad jual beli langsung kepada merchant atau penyedia paylater yang dibayarkan secara kredit.
Kendati harga yang harus dibayarkan relatif lebih mahal dibanding dengan harga tunai.
BACA JUGA:Harapan Ridwan Kamil Saat Meresmikan Situ Rawa Kalong yang Punya Panggung Apung
BACA JUGA:Pesan Dibalik Ridwan Kamil Ajak Bonge Citayam Fashion Week ke Situ Rawa Kalong?
”Sehingga jika akadnya sesuai dengan prinsip syariah boleh, namun jika tidak sesuai maka haram,” tegasnya.
Kiai Sholihin pun mengungkapkan sebenarnya memanfaatkan kemajuan teknologi digital dalam transaksi pinjam meminjam sesuatu yang positif, selama tidak bertentangan dengan tujuan dasar dalam akad pinjaman tersebut.
”Yaitu menolong sesama dan tidak menyalahi prinsip-prinsip syariah. Artinya kita tidak alergi terkait perkembangan teknologi namun kita menekankan paylater sebagai metode sah tapi akad yang digunakan harus sesuai dengan syariah,” ujar Kiai Sholihin.
Lantas Paylater seperti apa yang haram? Kiai Sholihin menegaskan, sistem paylater menjadi haram ketika menggunakan akad qard atau utang piutang yang di dalamnya ada ketentuan bunga.
”Karena itu paylater hukumnya haram dan akadnya tidak sah. Karena termasuk riba. Jadi akadnya adalah utang pitang yang ada bunga sehingga haram dan tidak sah,” jelasnya seperti dilansir jawapos.com