Wawancara terpisah, pemerhati kebijakan Asep Wawan Kurniawan mengatakan penataan PKL tidak sebatas mengganti sarana atau tempat berjualan saja. Melainkan mindset dan mentalitas mereka perlu diubah.
”Sebagus apa pun infrastrukturnya nanti, ketika mindset dan mental tidak disentuh ya akan kumuh lagi. Kita khawatir terjadi seperti itu, maka perlu dinas terkait menyusun konsep penempatan dan penataannya dengan komprehensif,” ujarnya.
Saat ini, kata Asep, para pedagang di Jalan Malioboro sudah berubah dari sisi mental dan mindset. Di mana, mereka bukan lagi sebagai pedagang yang menjadi barisan wong cilik atau warga miskin.
”Melainkan, mereka sendiri sudah menjadi bagian dari masyarakat yang membangun dan menjaga muruah kotanya,” kata alumnus kampus di Yogyakarta itu.
Dia menambahkan pemkot sebaiknya juga menyiapkan regulasi atau peraturan daerah. Di mana hal itu mengatur secara spesifik ruang terbuka dalam hal ketertiban, kebersihan dan keindahan (K3).
”Mentalitas PKL di HZ Mustofa khususnya, di Tasikmalaya umumnya, lebih sebagai penyambung hidup. Bukan destinasi target pengunjung sebagai ikon pariwisata, maka perlu benahi tata kelola PKL dengan adanya regulasi atau payung hukum,” ujar Asep.