Radartasik.com, Elena , istri seorang tentara Ukraina, yang namanya telah diubah untuk melindungi identitasnya, menceritakan cobaan yang berlangsung selama berjam-jam.
Dia bersikeras ingin menceritakan kisah pemerkosaannya oleh dua tentara Rusia, yang mengambil alih kampung halamannya di Ukraina bagian selatan.
Kisahnya mirip dengan korban lain yang didokumentasikan oleh organisasi hak asasi manusia yang mengatakan pemerkosaan digunakan sebagai ”senjata perang” di Ukraina.
Dilansir Disway.id dari AFP di Kota Zaporizhzhia, setelah berhasil mengungsi dari wilayah Kherson yang dikuasai Rusia.
Saat itu, Elena sedang menunggu bus untuk dipertemukan kembali dengan keempat anaknya di Ukraina tengah.
Dia mengirim mereka pergi dari kampung halaman mereka pada 24 Februari 2022, tepat di hari pertama invasi Rusia.
Suaminya dikirim ke garis depan, sedangkan Elena tetap tinggal untuk mencoba dan mengatur rencana pindah rumah ke bagian daerah yang lebih aman.
Tetapi dia terbentur dengan situasi. Mobil yang dikendarainya terhenti. Situasi di lapangan berubah dengan cepat, dengan hadirnya pasukan Rusia yang mengambil alih kota.
”Sekitar pukul 3 sore, saya pergi ke toko. Saat sedang mengantre, beberapa tentara Rusia masuk dan mulai berbicara dengan pelanggan," tutu Elena mengawali perbincangan.
”Saya tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan, tetapi saya menyadari bahwa salah satu penduduk menunjuk ke arah saya dan mengatakan 'Dia seorang banderovka!'."
Istilah ini mengacu pada pemimpin nasionalis Ukraina Stepan Bandera, yang bekerja sama dengan Nazi Jerman untuk berperang melawan Uni Soviet.
Ini sering digunakan oleh otoritas Rusia sebagai cara yang meremehkan untuk merujuk pada pejabat Ukraina yang dianggap berpandangan nasionalis.
Lalu pria yang menunjuknya berkata: "Itu karena orang-orang seperti itu sehingga perang pecah".
Seketika orang tersebut membuat situasi makin panas dengan berujar ”Dia adalah istri seorang tentara.”
”Saya mengerti bahwa mereka mengawasi saya, jadi saya segera meninggalkan toko. Saya hanya punya waktu untuk masuk ke rumah saya. Tanpa saya sadari 2 tentara Rusia masuk melalui pintu itu. Saya tidak punya waktu untuk mengeluarkan ponsel saya untuk menelepon untuk membantu atau melakukan apa pun,” cerita Elena.
”Tanpa sepatah kata pun, mereka mendorong saya ke tempat tidur. Mereka menahan saya dengan senapan dan menelanjangi saya,” ungkap wanita muda itu seraya menangis.
”Mereka tidak banyak bicara. Kadang-kadang mereka memanggil saya 'banderovka' atau saling berkata 'giliranmu'. Kemudian, pada jam 4 pagi, mereka pergi karena giliran mereka untuk bertugas di kamp mereka,” jelasnya.
Elena mengatakan dia belum berbicara dengan dokter atau terapis mana pun tentang cobaan itu, apalagi dengan suaminya.
Kategori :