Radartasik.com, Hanya butuh satu kali lagi mutasi ke manusia, NeoCov bisa mematikan. Jadi mulai sekarang jangan menganggap enteng virus yang lebih mirip pada Coronavirus jenis Middle East Respiratory Syndrome coronavirus (MERS)-CoV ini.
Peneliti asal Wuhan menjelaskan, sejauh ini NeoCov memang belum menular ke manusia dari kelelawar, yang pertama kali ditemukan dari kelelawar Afrika, namun, hanya tinggal butuh 1 mutasi lagi, virus NeoCov bahaya dan mematikan.
Jika menyusup ke sel manusia, NeoCov maka peluang kematiannya yakni 1 banding 3. Virus ini lebih mirip pada Coronavirus jenis Middle East Respiratory Syndrome coronavirus (MERS)-CoV.
Menurut para ilmuwan dari Universitas Wuhan, NeoCov dapat menembus sel manusia dengan cara yang sama seperti virus SARS-CoV-2.
“Hanya satu mutasi lagi menjadi berbahaya bagi manusia,” kata para peneliti dalam sebuah makalah yang di-posting di situs web pracetak bioRxiv yang belum ditinjau oleh rekan sejawat.
MERS-CoV dan beberapa virus corona kelelawar menggunakan 'DPP4' sebagai reseptor fungsionalnya. Namun, reseptor untuk NeoCoV, kerabat terdekat MERS-CoV yang pernah ditemukan pada kelelawar, tetap dianggap berbahaya.
Dalam studi tersebut, para peneliti secara tak terduga menemukan bahwa NeoCoV dan kerabat dekatnya, PDF-2180-CoV, dapat secara efisien menggunakan beberapa jenis enzim pengubah Angiotensin 2 (ACE2) kelelawar dan, yang kurang menguntungkan, ACE2 manusia untuk masuk. NeoCoV secara efisien menginfeksi sel pengekspresi ACE2 manusia setelah mutasi T510F pada receptor-binding motif (RBM).
“Khususnya, infeksi tidak dapat dinetralisir silang oleh antibodi yang menargetkan SARS-CoV-2 atau MERS-CoV,” beber laporan penelitian.
Artinya, baik antibodi maupun molekul protein yang dihasilkan oleh penderita penyakit pernapasan atau yang telah divaksinasi lengkap tidak dapat melindungi terhadap NeoCoV.
Studi ini menunjukkan kasus pertama penggunaan ACE2 pada virus terkait MERS, menyoroti potensi ancaman keamanan hayati dari kemunculan ACE2 pada manusia menggunakan MERS-CoV-2 dengan tingkat kematian dan penularan yang tinggi.
Terkait dengan virus MERS-CoV, virus baru ditemukan pada wabah di negara-negara Timur Tengah pada tahun 2012 dan 2015 dan mirip dengan SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19 pada manusia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), NeoCov masih memerlukan penelitian lebih lanjut. WHO memantau dan menanggapi ancaman penyakit zoonosis yang muncul.
Apa Itu NeoCov?
Peneliti Tiongkok menemukan varian virus baru dari jenis Coronavirus yang diberi nama NeoCov. Varian ini lebih mirip MERS, beda dengan Covid-19. Varian ini menjadi perhatian di tingkat global di tengah merebaknya pandemi Covid-19. Para pakar kesehatan mengimbau masyarakat untuk tetap menjaga semua protokol Covid-19 dan tidak panik.
Strain baru virus kelelawar yang diidentifikasi itu oleh WHO dijuluki sebagai NeoCov, berbeda dari virus Covid-19 dan memerlukan penelitian dan studi lebih lanjut. NeoCov adalah spesies lain dari jenis Coronavirus.
“NeoCov dinamai Neoromicia, spesies kelelawar yang telah terinfeksi dengan spesies lain dari Coronavirus. Ini bukan SARS-CoV-2 atau variannya. NeoCov terkait dengan virus kelelawar lain, yang disebut Middle-East Respiratory Syndrome (Sindrom Pernafasan Timur Tengah) atau MERS Coronavirus,” kata Profesor Kesehatan Global di Universitas Washington-Seattle dan penasihat WHO-TDR-Jenewa dr. Subhash Hira, seperti dilansir dari mid-day, Senin (31/1).
Apa itu MERS?
MERS-CoV merupakan penyakit dengan jenis virus Coronavirus juga namun beda dengan Covid-19. Penyakit ini muncul dalam bentuk epidemi pada tahun 2012 di antara unta dan ditularkan dengan mudah ke manusia, dan kemudian dari manusia ke manusia, di Yaman, negara-negara Mediterania lainnya, dan Korea Selatan. MERS menewaskan sekitar 768 orang di berbagai negara yang menyebabkan pernapasan parah sindrom distres.
Meskipun sejauh ini belum ada pengobatan atau vaksin yang dikembangkan untuk melawan virus Korona MERS, pengobatan umum menggunakan antibodi monoklonal, interferon-alfa, dan ribavirin memang membantu mengurangi kematian. Epidemi itu mereda pada 2012 ketika dikelola secara agresif sebagai penyakit zoonosis.
Kategori :