Hari Ibu yang jatuh setiap 22 Desember merupakan peringatan atau perayaan terhadap peran seorang ibu di dalam keluarga. Baik untuk suami, anak, mau pun lingkungannya.
Momentum ini dimaknai serius dan disambut antusias kalangan perempuan Tasikmalaya. Ditandai dengan peluncuran buku berjudul Dari Perempuan Tasikmalaya untuk Perempuan Indonesia.
Bagaimana tidak, 13 kaum hawa bertitel doktor menuangkan ide, gagasan, kritik akan keresahan atas fenomena dan dinamika yang terjadi dewasa ini, melalui perspektif masing-masing.
Inisiator penyusunan buku, Direktur Teras untuk Literasi Perempuan (Tulip), Hotum Hotimah menjelaskan tema-tema yang disajikan pada buku setebal 430 halaman itu, memuat pemikiran akan isu perempuan.
Mulai dari aspek sosial, ekonomi, politik, gerakan perempuan, pengarusutamaan gender sampai isu kekerasan seksual dan poligami tertuang selaras latarbelakang dan bidang garapan yang digeluti para penulis.
”Proses penyusunannya sendiri, kurang lebih sekitar satu bulanan, dengan melibatkan editor Dr Asep M Tamam. Alhamdulillah di momen hari ibu tahun ini bisa kami luncurkan sebagai persembahan untuk para perempuan,” tuturnya kepada Radar, Selasa (21/12/2021).
Berawal dari keprihatinan, di saat beberapa waktu lalu sejumlah penulis Tasikmalaya meluncurkan buku.
Dimana, kaum hawa hanya dua orang saja yang turut serta menuangkan ide dan gagasannya tentang daerah yang dihimpun dalam sebuah dokumentasi teks.
“Padahal potensi kaum hawa dalam berkontribusi lewat ide, pemikiran, tentang kehidupan atau cara pandang dalam menyikapi suatu persoalan itu banyak di kita. Masih berserakan, makanya kami inisiasi supaya mereka terhimpun,” kata Hotum.
Mantan Komisioner KPU Kota Tasikmalaya itu mengatakan kaum hawa pun berkeinginan mewariskan, salah satunya cara berpikir bagi generasi perempuan berikutnya.
Apalagi, lanjut dia, belakangan ini kembali muncul persoalan perempuan yang mengemuka rentan isu negatif.
”Seperti pelecehan seksual, pemerkosaan. Kami ingin menjawab itu, salah satunya dengan gerakan literasi dalam memberi pemahaman, bahwasannya informasi yang beredar saat ini belum tentu semua fakta dan kebenaran, perempuan merespons informasi mesti dicerdaskan. Itu salah satu tema yang saya sendiri tuangkan di buku ini, yang menjadi salah satu latarbelakang pemikiran kenapa kami berkolaborasi membuat karya,” kata dia bercerita.
“Bijak menghadapi kehidupannya, dengan membudayakan literasi sebagai kebutuhan. Supaya kelak juga membina anak-anak dengan cerdas dari literasi yang dipahami, bukan dengan informasi tidak jelas,” harapnya.
Kelak, lanjut Hotum, tantangan perempuan di generasi berikutnya akan lebih berat. Maka literasi perlunya menjadi budaya dan kebutuhan kaum hawa. Supaya lebih cerdas, tidak terbawa pengaruh hoaks, tergiring informasi tidak berimbang.
Tidak hanya digarap kalangan pergerakan atau organisatoris perempuan. Sejumlah akademisi terlibat dalam penuangan cara pandangnya. Dosen, guru, pimpinan perguruan tinggi, tertarik akan penyusunan buku tersebut.
Kategori :