Radartasik.com — Para ahli terus mempelajari sifat penularan dan tingkat keparahan varian Covid-19 varian Omicron. Terlebih lagi gejala-gejala bagi seseorang yang terkena varian Omicron dilaporkan menunjukkan berbeda dengan varian Delta.
Ahli Medis di Afrika Selatan, dokter Angelique Coetzee mengatakan dirinya menemukan pasien pada November dengan gejala yang tidak biasa yang sedikit berbeda dengan mereka yang terinfeksi varian Delta. Meski begitu, ia memastikan gejalanya ringan.
Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan itu berbicara kepada BBC dengan memberikan gambaran gejala yang diharapkan. Salah satunya adalah gejala gatal di tenggorokan. “Salah satu ciri khas terkait dengan tenggorokan. Pasien laki-laki yang saya rawat tidak sakit tenggorokan tapi tenggorokannya gatal,” kata dokter Coetzee.
Ciri lain yang dapat dibedakan adalah tidak adanya gejala klasik yang dikaitkan dengan galur sebelumnya. Menurut dokter Coetzee, pasien tidak mengalami kehilangan bau dan rasa.
Penelitian yang dilakukan oleh ZOE COVID Study, yang telah melacak pergerakan virus selama pandemi, menyerukan agar daftar yang lebih luas diterbitkan yang lebih mencerminkan data. Para ahli mendesak perluasan program vaksin booster akan membendung meningkatnya kasus yang terkait dengan varian Omicron.
Booster akan ditawarkan dalam urutan kelompok usia, dengan prioritas diberikan pada lansia dan mereka yang berada dalam kelompok berisiko Covid-19. Apalagi varian baru diprediksi akan muncul lagi setelah varian yang ada sebelumnya.
Sementara itu salah satu penemu vaksin Oxford-AstraZeneca Covid-19, Profesor Dame Sarah Gilbert mengatakan munculnya varian baru Covid-19, seperti Omicron bisa membuat pandemi selanjutnya tlebih buruk.
Karena itu, ia meminta kepada masyarakat tak boleh lengah. Apalagi varian virus baru tersebut bisa melemahkan kekebalan tubuh yang sudah divaksinasi.
”Negara-negara harus menggunakannya untuk mempersiapkan pandemi di masa depan yang akan lebih buruk daripada yang sekarang,” kata Profesor Gilbert.
Dia pun meminta, orang harus berhati-hati sampai para ilmuwan mempelajari lebih lanjut tentang varian Omicron, yang oleh Kelompok Penasihat Teknis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang Evolusi Virus SARS-CoV-2 (TAG-VE) diklasifikasikan sebagai varian yang menjadi perhatian.
Lebih lanjut, Profesor Gilbert menunjukkan bahwa protein lonjakan varian Omicron mengandung mutasi yang membuatnya lebih menular daripada varian lain. Ada juga mutasi yang para ilmuwan belum yakin yang mungkin berarti antibodi dari vaksin atau infeksi varian lain mungkin kurang efektif dalam melindungi orang tersebut dari Omicron.
Profesor Gilbert mengatakan, berkurangnya perlindungan terhadap infeksi dan penyakit ringan tidak berarti bahwa orang tersebut juga akan mengurangi perlindungan terhadap jenis yang parah. Dia menyerukan tindakan cepat dan kemajuan dalam upaya vaksin dan obat-obatan selama pandemi.
Lebih dari itu, dia menekankan bahwa kemajuan yang dibuat selama ini tidak boleh hilang. Gap akses vaksin antara negara kaya dan miskin masih menjadi tantangan. (cnn/reuters/jpc)