Pernikahan Dini Marak,123 Pasangan di Kota Tasik Masih di Bawah Umur

Jumat 26-11-2021,09:00 WIB
Reporter : syindi

radartasik.com, TASIK — Dibanding kasus perceraian, angka pernikahan di Kota Tasikmalaya terbilang lebih banyak. Namun diketahui sebanyak 123 pengantin yang melangsungkan pernikahan tercatat masih di bawah umur.

Berdasarkan data Kemenag Kota Tasikmalaya, sejak Januari-Oktober 2021 tercatat ada 4.453 pernikahan. Tetapi dari ribuan pernikahan itu, 123 pengantin dinyatakan masih di bawah umur.

Dari jumlah pengantin di bawah umur tersebut, didominasi oleh mempelai perempuan dengan jumlah 104 orang. Sementara mempelai laki-laki di bawah umur ada di angka 19 orang.

Ketentuan di bawah umur dalam pernikahan mengacu pada Undang -Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa usia minimal pernikahan yakni 19 tahun.

Beda dengan Undang-Undang Perlindungan Perempuan dan Anak, dimana usia di bahwa umur yakni di bawah 18 tahun.

Penyusun SDM Kepenghuluan Kemenag Kota Tasikmalaya, Ida Nurhamida menyebutkan bahwa pernikahan di bawah usia 19 tahun pada prinsipnya masih diperbolehkan. Hanya saja harus mengajukan dispensasi ke Pengadilan Agama. “Selama ada dispensasi ya diperbolehkan,” ungkapnya kepada Radar, Kamis (25/11/2021).

            
                Sumber : Kemenag Kota Tasik

Di samping pernikahan secara resmi, ada juga pengesahan pasangan nikah siri atau dikenal dengan istilah isbat. Sejak Januari - Oktober 2021 jumlahnya tercatat ada 18 pasangan.

Terkait alasan pasangan nikah siri memilih Isbat, Ida menyebutkan faktornya bervariasi. Selayaknya alasan warga yang memilih untuk melaksanakan nikah siri yang beragam. “Variatif kalau penyebabnya, termasuk ada pandangan pernikahan resmi itu mahal,” ucapnya.

Terpisah, Ketua Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) Kota Tasikmalaya Yuyu Sopiudin SHi mengatakan bahwa pada prinsipnya semua calon pengantin mendapat perlakuan sama. Begitu juga dengan calon pengantin yang usianya di bawah ketentuan. “Semua diperlakukan sama kalau sudah ada dispensasi, semuanya diberi bimbingan,” ucapnya.

Ada pun persoalannya, selama ini tidak sedikit calon pengantin yang tidak hadir dalam bimbingan. Hal ini, menurutnya sedikit banyak berpengaruh terhadap keutuhan rumah tangga. “Karena bimbingan pernikahan itu bukan sebatas formalitas, tapi bekal untuk membangun rumah tangga yang baik,” ucapnya.

Di sisi lain, secara regulasi tidak ada sanksi atau konsekuensi ketika calon pengantin tidak mengikuti bimbingan. Sehingga proses tersebut banyak diabaikan dan dianggap sepele. “Akhirnya yang harus dilakukan ya membangun kesadaran agar warga yang mau menikah bisa mengikuti bimbingan,” ucapnya.

Terpisah, Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAD) Eki S Baehaqi mengatakan pernikahan di bawah umur cukup berisiko. Undang-undang menetapkan batasan 19 tahun tentu karena pertimbangan yang matang. “Meskipun ada proses dispensasi, idealnya pernikahan dini dihindari,” ujarnya.

Untuk orang yang punya mental dan kekuatan ekonomi cukup mungkin tidak begitu masalah. Namun, menurutnya hanya segelintir saja yang siap akan hal tersebut. “Dari segi emosional dan psikologis juga masih terbilang rentan,” kata dia.

Dikhawatirkan, kata Eki, pernikahan dini menimbulkan masalah lebih besar di kemudian hari. Selain keretakan rumah tangga, potensi yang mengarah kepada perbuatan pidana pun cukup besar. “Bisa perbuatan kriminal karena desakan ekonomi, atau kekerasan rumah tangga karena emosi,” kata dia menegaskan. (rga)
Tags :
Kategori :

Terkait