radartasik.com, TARAJU - Petani kopi di Desa Taraju masih menggunakan alat tradisional, lesung untuk menumbuk kopi khas Taraju. Hal tersebut dilakukan karena terbatasnya peralatan yang dimiliki para petani.
“Kami di sini belum memiliki alat pengolahan yang cukup memadai, maka biji kopi ditumbuk menjadi bubuk kopi masih mengandalkan tenaga manusia secara manual,” ujar Ketua BUMDes Gemata Taraju Taufan kepada Radar, Kamis (4/11/2021).
Dalam tumbuk lesung, kata dia, ada keunikan seperti mengeluarkan suara dengan nada yang khas. Selain itu juga sebagai salah satu falsafah ada nilai gotong royong dalam kehidupan masyarakat.
Taufan menjelaskan, proses awal pembuatan kopi itu dari cery merah yang dijemur sampai kering, setelah kering ditumbuk menggunakan lesung, untuk memisahkan kulit dari biji. Kemudian setelah terkupas biji kopi disortir menjadi beberapa kelas atau spek.
Jika ada yang pecah atau ancur dipisah, lalu biji kopi dikeringkan lagi dengan cara didiamkan atau dijemur. Namun, tidak terkena sinar matahari berlebih atau dikurung menggunakan plastik.
“Kalau yang sudah besar, ada ruangan pengering khusus. Disebutnya dom saperti green house agar kadar airnya pas. Selanjutnya, setelah kering disimpan di tempat sejuk dengan memperhatikan tingkat kelembaban,” ucapnya.
Kepala Desa Taraju Andriana menagatakan, kopi menjadi salah satu pengahasilan sebagian masyarakat Desa Taraju. Berbagai varian kopi yang diolah sudah banyak yang memesan.
Kata Taufan, ketika sudah kering siap untuk di-roasting atau disangrai sesuai kebutuhan. Baik itu light, ligth to medium, medium atau medium to dark dan dark. Setelah di-roasting, lalu dihaluskan sesuai pesanan konsumen. Untuk seduh tubruk, V60 atau vietnam drip.
“Diharapkan dengan adanya kopi mampu memberikan harapan baru bagi desa untuk meningkatkan perekonomian desa. BUMDes juga diminta untuk mendorong dalam pengembangan usaha dan inovasi ekonomi perdesaan serta terwujudnya desa mandiri,” ucap dia. (obi)