Radartasik, Taiwan, Pejabat pertahanan Taiwan terpaksa menyusun kembali rencana pasukan artileri setelah diberitahu bahwa AS telah menunda pengiriman untuk 40 sistem howitzer setidaknya tiga tahun karena Washington berlomba untuk memasok lebih banyak senjata ke Ukraina yang dilanda perang.
Pesanan Taipei senilai $750 juta dari AS ditunda pengirimannya paling cepat hingga 2026 seharusnya Taiwan akan menerima di tahun 2023 seperti yang direncanakan menurut Kementerian Pertahanan Nasional.
Akibatnya kementerian mencari sistem senjata lain yang tersedia, seperti peluncur roket berbasis truk yang diproduksi oleh Lockheed Martin Corp, untuk mengisi kekosongan dan akan mengajukan proposal anggaran setelah keputusan dibuat.
Taiwan sedang mencoba untuk memodernisasi militernya dengan persenjataan jarak jauh untuk menangkis kemungkinan serangan oleh China daratan, yang menganggap republik itu sebagai provinsi yang memisahkan diri.
Pesanan artileri itu disetujui tahun lalu, menjadikannya kesepakatan senjata pertama Taiwan dengan Presiden Joe Biden, pesanan itu mencakup 40 sistem howitzer "Paladin" self-propelled 155mm M109A6 ditambah peralatan terkait, seperti kendaraan pendukung dan kit panduan presisi.
Saat ini pemerintahan Biden telah meningkatkan pengiriman senjata berat termasuk howitzer ke Ukraina untuk membantu Kiev mengusir pasukan Rusia. (sal)
Washington telah menjanjikan 90 howitzer dan 140.000 butir amunisi 155mm ke Kiev sebagai bagian dari bantuan persenjataan yang dijanjikan sebesar $15 miliar.
Biden diketahui sedang mencari persetujuan anggota parlemen bantuan tambahan ke Ukraina sebesar $33 miliar.
Penolakan AS untuk mengirim pasukan Amerika dan memerangi Rusia di Ukraina telah mempertanyakan komitmen Washington untuk melindungi Taiwan.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pekan lalu berjanji bahwa pemerintah akan memastikan Taiwan memiliki “semua sarana yang diperlukan untuk mempertahankan diri dari segala potensi agresi.”
Pejabat Taiwan mengamati konflik Ukraina "dengan sangat hati-hati" dan memeriksa "apa yang dapat kita pelajari dari Ukraina dalam membela diri," kata menteri luar negeri republik pulau yang disengketakan itu, Joseph Wu kepada CNN.
“Saya pikir pemerintah China harus memikirkan atau menghitung bagaimana AS atau negara-negara besar lainnya akan datang membantu Taiwan atau apakah mereka akan datang membantu Taiwan. Jika Taiwan tidak memiliki dukungan, saya pikir itu akan menjadi lampu hijau untuk agresi,” tambahnya dikutip dari Russian Today.
Beijing telah berulang kali memperingatkan agar AS tidak ikut campur di Taiwan, dengan tegas mengatakan akan mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan integritas teritorial China. (sal)