Pemkot Tasik Habiskan Rp60 M untuk Penanggulangan Covid-19 Bukan Pencegahan

Sabtu 14-08-2021,08:30 WIB
Reporter : syindi

radartasik.com, INDIHIANG - Tak puas dengan jawaban Satgas Covid-19, Forum Silaturahmi Umat Islam Tasikmalaya (FSUIT) kembali mendatangi DPRD Kota Tasikmalaya. Menyoal dampak pandemi yang terjadi di daerah serta pola penanggulangan yang dilakukan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Kota Resik.

Koordinator (FSUIT) Agus Salim menjelaskan di tahun ini dana yang sudah dihabiskan dalam penanggulangan corona di Kota Tasikmalaya sudah mencapai Rp 60 miliaran lebih. Harusnya, ketika proses penanganan wabah corona efektif bisa membuahkan hasil signifikan terhadap kasus yang terjadi. Sementara, persentase alokasi dana yang dikucurkan terlalu jomplang kepada penanganan, ketimbang pencegahan paparan virusnya.

“Maka dari itu, kami sampaikan tuntutan terhadap eksekutif melalui DPRD untuk dievaluasi,” ujar Agus saat audiensi di ruang rapat paripurna, Jumat (13/8/2021).

Ia merinci tuntutan yang disampaikan FSUIT, mulai dari evaluasi kinerja komite penanganan Covid-19, karena selama ini tritmen yang dilakukan dinilai belum baik. Bahkan, apabila masih seperti itu, pihaknya mendesak untuk dibubarkan saja. “Tuntutan kami selanjutnya, hentikan biaya penanganan Covid-19, karena kita lihat tidak efektif. Justru segera pulihkan ekonomi masyarakat yang sangat kesulitan,” pintanya.

Selanjutnya, kata Agus, DPRD diminta mendesak eksekutif mewujudkan keadilan penanganan medis bagi pasien yang datang ke rumah sakit, agar tidak disamaratakan dengan standar operasional prosedur yang ada. Sebab, nyaris semua pasien diperlakukan dengan sama meski belum bisa dipastikan terjangkit corona atau tidak.

“Selain itu, karena ada tahapan atau proses dalam upaya penanganan yang dilakukan komite Covid-19 tidak mengindahkan kearifan lokal dan keislaman di Kota Tasik, kami minta sebaiknya tegakan saja Perda Tata Nilai,” papar Agus.

Menurut dia, saat ini masyarakat perlu ditingkatkan imunitasnya dalam menghadapi realitas kehidupan. Ketika pemerintah melalui Dinas Kesehatan melakukan pendekatan medis dalam penanganan wabah, pihaknya menuntut pengembalian imunitas umat lewat Qurani Imunnity. “Karena publik sedang down dalam 2 tahun terakhir, tertekan kondisi. Maka harus dibangkitkan kembali lewat kebiasaan dan tata cara umat Islam, supaya level segera turun, ekonomi membaik serta menyudahi tritmen komite Covid-19 yang tidak efektif,” tegas dia.

Perwakilan FSUIT lainnya, Ajang Firman meminta DPRD konsen memelototi angka-angka statistik berkenaan Covid-19. Sebab, kata Ajang, indikator status daerah dalam melakukan pembatasan atau tritmen apapun berkaitan penyebaran virus, mengacu terhadap persentase dan statistik kasus, hunian rumah sakit serta acuan kuantitatif lainnya.

“Maka bukan berarti kita suudzon, angka-angka ini jangan dijadikan celah pihak-pihak berwenang untuk mengatur kondisi kasus di daerah. Kita tidak inginkan itu, maka perlu diawasi serius oleh para wakil rakyat agar tidak ada unsur rekayasa atau permainan,” ujarnya.

Ajang menambahkan beragam dinamika yang terjadi di tengah kondisi pandemi, malah menjadi dagelan bagi sebagian masyarakat yang menilai. Sebab, banyak unsur yang tidak rasional dalam pola penanganan oleh Komite Covid-19 dan menjadi kecurigaan publik. “Maka, DPRD jangan terlena dengan kondisi yang saat ini sejatinya dieksekusi oleh komite penanganan Covid-19, tapi harus terjun ikut mengawasi serius juga, mewakili masyarakat yang terbatas dalam pengawasan di internal pemerintahan,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya Gilman Mawardi menuturkan aspirasi dari FSUIT akan ditindaklanjuti sebagai catatan bagi Komisi II dan IV untuk dilaporkan ke Pimpinan DPRD. Sebagai bahan masukan dalam memberikan warning atau pengawasan terhadap Komite Penanganan Covid-19.

“Ada beberapa catatan bahan bagus untuk kita terutama dalam penanganan Covid-19. Hanya persoalannya ada hal yang tentu menjadi kebijakan pusat dan kita di daerah harus melaksanakan itu sebagai bagian tak terpisahkan,” ungkapnya.

Dia mengaku sepakat dalam pelaksanaan pembatasan tertentu, baiknya eksekutif bisa melakukan pengaturan sesuai dengan karakteristik daerah yang mana mayoritas pemeluk Agama Islam, serta kondisi lingkungan yang religius. Harus menjadi bagian yang diperhatikan agar tidak memicu sensitivitas dalam melakukan upaya pencegahan paparan virus.

“Supaya Pemkot juga peka ketika ada instruksi seperti apa dari pusat, bisa mengejawantahkannya sesuai kultur dan kearifan di daerah,” harap Gilman.

Politisi Gerindra itu pun merespons desakan adanya pembubaran komite penanganan Covid-19 yang harus benar-benar dikaji secara komprehensif. Sebab, kata dia, ketika kondisi wabah di daerah masih mengawatirkan, bisa semakin menyulitkan masyarakat apabila tidak ada lembaga atau badan khusus yang konsen mengawasi serta melindungi publik dari ancaman virus. “Kalau melihat secara klinis, kunci menghindari paparan Covid-19 itu kan prokes, sehingga masyarakat berkegiatan pun tidak akan terlalu berisiko apabila prokes dipenuhi dan dijaga ketat. Hanya saja kadang beberapa pihak abai, karena suatu kebiasaan baru mengenakan masker, cuci tangan atau berkumpul masih banyak yang abai, maka pemerintah melakukan pembatasan-pembatasan,” analisisnya. (igi)
Tags :
Kategori :

Terkait