Radartasik.com, JAKARTA — Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam L Tobing menyatakan investasi, pinjaman online (pinjol) dan pegadaian ilegal telah menyebabkan kerugian masyarakat hingga Rp 117 triliun.
”Kalau kita lihat data SWI saat ini yang kita tangani dalam 10 tahun terakhir, kerugian masyarakat mencapai Rp 117 triliun. Ini dana yang sangat banyak yang ditipu para pelaku yang sangat merugikan masyarakat,” katanya, Kamis (05/08/2021).
Dia menyebut kerugian masyarakat paling besar terjadi pada tahun 2011. Totalnya dana yang raib mencapai Rp 68,6 triliun. Untuk itu, para pelakunya harus diberi tindakan tegas.
”Kami bicara dari sisi ilegal yang bisa merusak kepercayaan investor untuk berinvestasi di pasar modal sehingga perlu diberantas bersama,” ucapnya.
Untuk tahun 2020, kata dia, nilai kerugian masyarakat sempat menurun menjadi Rp 5,9 triliun. Sementara, hingga Juli 2021, Tongam mencatat entitas investasi, pinjaman online, dan pegadaian ilegal merugikan konsumen sampai Rp 2,5 triliun.
”Penawaran mereka nggak berhenti, justru selalu menempatkan penawaran di hati masyarakat dengan berbagai cara sehingga masyarakat yang mengharapkan keuntungan justru mengalami kerugian,” ungkapnya.
Menurut dia, pada 2017, OJK telah menangani 79 entitas investasi ilegal. Pada 2018, OJK memblokir sebanyak 106 entitas investasi ilegal dan 404 pinjaman online ilegal yang mulai bertumbuh.
Pada 2019, OJK memblokir 442 investasi ilegal, 1.493 pinjaman online ilegal, dan 68 pegadaian ilegal. Pada 2020, jumlah investasi ilegal yang ditangani sebanyak 247 entitas, ditambah 1.026 entitas pinjaman online ilegal, dan 75 gadai ilegal.
Terakhir, sepanjang tahun 2021, OJK kembali memblokir 79 investasi ilegal, 442 pinjaman online ilegal, dan 17 gadai ilegal yang merugikan masyarakat.
”Kita lihat sampai saat ini kita masih mengalami masalah pemberantasan terhadap investasi ilegal, karena kalau kita blokir dan umumkan ke masyarakat, mereka dengan mudah membuat nama baru, menawarkan lagi melalui berbagai cara,” ujarnya.
Karenanya, dia meminta masyarakat mewaspadai penawaran investasi yang menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat.
”Contohnya kampung kurma yang menjanjikan memberikan keuntungan dengan membeli satu kavling dengan lima pohon kurma bisa mencapai Rp 100 juta lebih dalam setahun, hasil dari kurma tersebut yang ternyata tidak terjadi,” katanya.
Menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat merupakan salah satu ciri investasi bodong yang tidak mendapat izin dari OJK.
Ia juga meminta masyarakat mewaspadai entitas usaha yang menjanjikan keuntungan yang semakin banyak seiring dengan banyaknya anggota baru yang direkrut.
”Ini menjadi perhatian karena banyak juga yang berkedok penjualan saham dengan menerapkan sistem member get member, semakin banyak yang diajak orang dapat bonus lebih banyak,” katanya.
Selanjutnya, entitas usaha bodong ini juga kerap melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, atau figur publik. Mereka juga mengklaim masyarakat bisa melakukan investasi tanpa risiko.
Kategori :