RADARTASIK.COM, TASIK - Menjamurnya pertumbuhan minimarket di Kota Tasikmalaya hingga ke pemukiman penduduk telah menarik perhatian konsumen. Mereka yang awalnya membeli di toko kelontong dekat rumahnya, kini mulai beralih ke minimarket yang menyediakan barang-barang lebih lengkap dengan suasana nyaman.
Jumlah minimarket yang semakin banyak, menandakan bahwa perekonomian di Kota Tasikmalaya mengalami kemajuan secara makro. Selain itu, hal tersebut memberikan dampak positif dalam mengurangi pengangguran dengan membuka banyak kesempatan kerja.
Sehingga, hal ini pun menuai perhatian serius dari sejumlah pihak. Mengingat, jumlah toko modern di Kota Tasikmalaya dari data yang dihimpun Radar, kurang lebih telah mencapai 200 unit. Sementara keran penambahan kuota yang diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwalkot) terbaru hanya mengakomodir 103 unit bagi minimarket regular dan waralaba.
Sekretaris Himpunan Pedagang Pasar Indihiang (HIPPI) Adang Kostaman mengatakan telah berulangkali menyampaikan terhadap Pemkot mapun DPRD, bahwa keberadaan minimarket di Kota Tasikmalaya kerap bersinggungan dengan pasar tradisional.
“Kan aturan jelas, kuota dibatasi tapi di lapangan kok seperti tidak diatur. Saya yakin banyak yang bodong, izin tak selesai tapi di-backup kekuatan tertentu dan beroperasi seleluasa ini,” kata Adang kepada Radar, Rabu (16/6/2021).
Dia menceritakan kondisi saat ini dengan menjamurnya minimarket seolah eksekutif dan legislatif tutup mata. Membiarkan sendi perekonomian dari hal terkecil yakni warung dan toko kelontongan digerus secara perlahan oleh modernisasinya minimarket berjejaring.
“Kita dari awal regulasi itu terbit, di tahun-tahun pertama minimarket diatur sudah menyangsikan. Sebab, muaranya ada pada ketegasan eksekutif, mau di-sanksi atau tidak, ditutup atau tidak. Kami kadang sudah jenuh menyuarakan baik ke legislatif ataupun eksekutif,” keluh adang.
Ia mendengar informasi rata-rata para pengusaha besar yang berinvestasi melalui minimarket atau supermarket di Kota Resik seolah melabrak aturan. Dengan membangun dan menjalankan dulu usahanya baru memproses izin.
“Nah, kita berulang kali sampaikan itu, seolah pemerintah diam apakah ada sesuatu hal atau seperti apa kita tidak bisa memprediksi. Jadi minimarket melenggang dengan leluasa dan terkesan bandel karena tak ada ketegasan. Hal ini membuat Kota Tasik seperti Kota Minimarket,” papar dia.
Menurut dia, kondisi pandemi Covid-19 saat ini, membuat ekonomi pedagang kecil sangat terasa dampaknya, ditambah seolah pemerintah tidak hadir. Minimalnya dengan serius menata atau merevitalisasi pasar rakyat, sehingga semakin representatif dan menarik banyak pengunjung.
“Sekarang seolah tidak terurus saja, sementara pengusaha minimarket terus tumbuh dan menjadi kewaswasan kami dalam berdagang,” ungkap Adang.
“Kami kadang suka bingung mau mengadu ke siapa, aspirasi dan keluhan para pedagang, ketika sudah sampaikan ke eksekutif dan legislatif tidak ada tindaklanjut,” keluh dia melanjutkan.
Terpisah, Ketua Himpunan Pedagang Pasar Tasikmalaya (Hippatas) H Ahmad Jahid mengatakan aturan minimarket meski dikaji kembali melalui berbagai analisa dan studi kajian komprehensif. Pengawasan di lapangan haruslah serius, sebab meski dilonggarkan tetap dibatas kuota.
“Aturannya, kan minimarket atau supermarket jangan terlalu banyak, apalagi terlalu dekat pasar. Nah fakta sekarang terlihat begitu menjamur dan signifikan berpengaruh terhadap warung kecil dan pasar tradisional.” ujar Ahmad kepada Radar, Senin (14/6/2021).
Menurut dia, warung kecil atau pedagang pasar tradisional notabene merupakan pelaku asli daerah, yang kemampuan ekonominya masih relatif lemah. Ditambah kondisi pandemi yang memperburuk laju usaha mereka.
Kategori :