Turbulensi Fiskal Ancam Kota Tasikmalaya, Pemangkasan Dana Pusat Ancam Janji Politik

Turbulensi Fiskal Ancam Kota Tasikmalaya, Pemangkasan Dana Pusat Ancam Janji Politik

Ilustrasi turbulensi fiskal. istimewa for radartasik.com--

TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM – Bayang-bayang turbulensi fiskal mulai terasa di berbagai daerah, termasuk Kota TASIKMALAYA

Pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) secara nasional hingga Rp270 triliun pada 2026 dinilai bisa memicu guncangan keuangan di tingkat lokal, menekan ruang pembangunan, dan mengancam janji-janji politik kepala daerah.

Pemerhati anggaran dari Perkumpulan Inisiatif, Nandang Suherman, menilai kebijakan tersebut menjadi sinyal keras agar pemerintah daerah tidak terus bergantung pada dana pusat dan mulai berinovasi mencari sumber pendapatan baru.

“Transfer pusat ke daerah itu minimal 26 persen. Sekarang angka itu sudah tidak ada, sehingga pusat bisa semena-mena mengurangi atau menambah. Tidak ada lagi regulasi pengaman bagi daerah,” ujar Nandang, Rabu 8 Oktober 2025.

BACA JUGA:3 Prompt AI Ini Bisa Buat Foto Bareng Idol K-Pop di Lift Jadi Nyata

Ia menambahkan, penghapusan aturan tersebut membuat daerah semakin sesak napas secara fiskal, apalagi sebagian anggaran kini tersedot untuk program nasional seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).

“Program nasional seperti MBG itu menyerap banyak dana. Jadi kepala daerah harus berpikir keras mencari sumber pendapatan yang kreatif,” ujarnya.

Menurut Nandang, sebagian besar daerah di Indonesia masih sangat bergantung pada dana pusat, terutama kota dan kabupaten dengan basis ekonomi terbatas.

“Jakarta mungkin tidak masalah karena punya potensi besar. Tapi kota seperti Tasikmalaya, PAD-nya kecil, hanya mengandalkan PBB, BPHTB, dan pajak listrik. Jadi masih sangat bergantung pada pusat,” ucapnya.

BACA JUGA:Dari Konsili Vatikan II hingga Wafatnya Pangeran Antasari

Nandang juga memperingatkan bahwa proyek-proyek berbasis janji politik kepala daerah akan terpukul jika hanya mengandalkan APBD. 

Ia mendorong daerah meninjau ulang pola belanja dan strategi pendapatan.

“Belanja rutin harus dikurangi. Perjalanan dinas, makan-minum, pemeliharaan kantor, semua perlu dievaluasi. Misalnya belanja makan-minum kota bisa Rp20 miliar, kabupaten Rp30 miliar. Itu harus ditekan. Tahan dulu gaya berfoya-foya,” tegasnya.

Kritik ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Kota Tasikmalaya, yang kini harus beradaptasi dengan kebijakan pemangkasan dana pusat.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait