Kejagung Tahan Dirut dan Mantan Dirut Antam
Reporter:
ocean|
Kamis 03-06-2021,17:15 WIB
RADARTASIK.COM, JAKARTA — Pejabat dan eks pejabat PT Antam ditahan Kejaksaan Agung. Penahanan mereka terkait dugaan korupsi proses pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) batubara di Jambi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan pihaknya menahan empat dari enam tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan dalam proses pengalihan IUP batubara seluas 400 hektare di Kabupaten Sarolangun, Jambi, dari anak perusahaan PT Antam Tbk.
Para tersangka yang ditahan adalah AL selaku direktur utama PT Antam periode 2008-2013, HW selaku direktur operasional PT Antam Tbk, BM selaku mantan direktur utama PT ICR periode 2008-2014 dan MH selaku komisaris PT Tamarona Mas Internasional periode 2009-sekarang.
”Tim penyidik telah menetapkan para tersangka untuk dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung sejak 2 Juni 2021 sampai dengan 21 Juni 2021 ditempatkan di Rutan Salemba Cabang Kejagung tiga orang dan satu orang di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” katanya, Kamis (03/06/2021).
Sebelum menahan mereka, kata dia, Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah memeriksa enam orang, empat di antaranya tersangka dan dua orang sebagai saksi.
Dua saksi yang diperiksa, yakni BT selaku karyawan PT Antam Tbk dan DM selaku senior manajer legal PT Antam Tbk 2007-2019.
Keenam orang tersebut diperiksa terkait mekanisme/Standard Operating Procedure (SOP) akuisisi PT Citra Tobindo Sukses Perkasa (CTSP) oleh PT Indonesia Coal Resources (ICR), anak perusahaan PT Antam Tbk.
Disebutkan, dalam kasus dugaan korupsi ini, penyidik telah menetapkan enam tersangka. ”Hari ini yang hadir empat orang tersangka. Dua orang tidak hadir,” katanya.
Dua orang tersangka yang tidak hadir, yaitu AT selaku direktur operasional PT ICR dan tersangka MT pihak penjual saham atau direktur PT CTSP (pihak penjual).
”Alasan tidak hadir satu karena sakit, yang satunya belum ada keterangan. Pemeriksaan kepada yang bersangkutan akan dilanjutkan pada minggu depan,” katanya.
Dalam perkara ini, dilakukan perjanjian jual beli saham pada tanggal 12 Januari 2011, tersangka MH mendapat pembayaran sebesar Rp 35 miliar dan tersangka MT mendapatkan pembayaran Rp 56,5 miliar.
Sebelumnya, tersangka BM melakukan pertemuan dengan tersangka MT selaku penjual (kontraktor batubara) pada tanggal 10 November 2010 dan telah ditentukan harga pembelian yaitu Rp 92,5 miliar padahal belum dilakukan due dilligence.
Lalu pada 19 November 2010 di Jakarta dilaksanakan MoU antara PT ICR-PT CTSP-PT TMI-PT RGSR dalam rangka akuisisi saham PT CTSP yang memiliki IUP dengan luas lahan 400 hektare.
Tersangka BM dan tersangka ATY tidak pernah menunjukkan IUP asli atas lahan tambang batubara yang menjadi objek akuisisi.
Perbuatan tersangka BM bersama-sama dengan tersangka ATY, saksi AA, tersangka HW, tersangka MH dan tersangka MT tersebut telah sebagaimana hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) Pupung Heru merugikan keuangan negara sebesar Rp 92,5 miliar.
Keenam tersangka dikenakan pasal primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: