Dewan: Jalan Cihideung Makin Kumuh
Reporter:
syindi|
Sabtu 29-05-2021,20:00 WIB
CIHIDEUNG — Pemerintah diminta segera membenahi pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Cihideung yang semrawut. Tetapi bukan dengan relokasi, melainkan menata kawasan tersebut supaya lebih tertib.
Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya Muslim MSI menyebutkan sebelum pembagian gerobak, PKL di Jalan Cihideung tidak kumuh seperti saat ini. Hal itu tidak lain karena pemerintah memfasilitasi dengan membuat tendanisasi, sehingga area kawasan PKL permanen.
“Itu kan hasil kebijakan dari pemerintah, mungkin pemerintah inginnya seperti itu,” ujarnya kepada Radar, Jumat (28/5/2021).
Untuk itu, PKL harus ditata seperti kondisi sebelumnya yakni area jual beli ruang terbuka. Konstruksi di kawasan itu harus dibongkar supaya penataan bisa lebih maksimal.
“Karena pada dasarnya fasilitas itu bukan permintaan PKL, tapi lebih kepada inisiatif pemerintah,” terangnya.
Dia pun tidak mengharapkan pemerintah melakukan relokasi kepada para PKL. Meskipun ada PKL di kawasan tersebut bisa tetap menjadi kawasan yang nyaman dikunjungi. “Kecuali memang pemerintahnya yang memang tidak punya kemauan untuk menata jalur itu,” pungkasnya.
Terpisah, Ketua Komisi II DPRD Kota Tasikmalaya Andi Warsandi menjelaskan jalur tersebut perlu ada pembenahan yang serius oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya. “Apalagi itu lokasinya di pusat kota,” ungkapnya kepada Radar, Jumat (28/5/2021).
Disinggung soal relokasi, menurutnya hal itu tidak akan menjadi solusi. Pasalnya, sejauh ini relokasi kerap tidak efektif dan merugikan para pedagang. “Mau ke mana juga direlokasinya, jangan sampai hanya menghamburkan anggaran,” terangnya.
Maka dari itu, menurutnya penataan yang baik akan menjadi titik tengah persoalan PKL di Jalan Cihideung. Mereka bisa berjualan di kawasan itu, namun tidak mengganggu kepentingan publik. “Kalau ditata kan bisa jadi tujuan wisata,” tuturnya.
Di samping itu, perlu juga regulasi dan payung hukum yang jelas soal penataan PKL. Karena persoalan PKL bukan hanya di wilayah Cihideung saja. “Kalau sudah ada Perda (Peraturan Daerah) tentu bisa ketahuan harus bagaimana pemerintah melangkah,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Persoalan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Cihideung bukan lah penyakit baru, namun sudah terjadi puluhan tahun. Namun belum ada kepala daerah yang mampu menangani persoalan di kawasan pertokoan itu.
Keberadaan PKL tersebut sedikit banyak memberikan dampak negatif kepada para pemilik ruko di jalur tersebut. Sebagian ada yang pasrah, sebagian lagi masih memiliki optimisme pembenahan di sana.
Seperti salah seorang pemilik ruko yang enggan disebutkan namanya. Menurut dia, pada tahun 1970-an Jalan Cihideung menjadi primadona di kawasan pusat kota, sehingga PKL-PKL sudah ada yang membuka lapak di sana.
“Karena dulu jalur HZ Mustofa tidak begitu ramai, jalan ini (Cihideung) yang paling ramai,” ungkapnya menceritakan kepada Radar, Kamis (27/5/2021).
Seiring menjamurnya PKL di sana, kata dia, tingkat kedatangan pengunjung berkurang. Dari situlah jalur HZ Mustofa kian ramai, namun tidak serta-merta mengurangi keberadaan PKL di Jalan Cihideung.
Pasca pemberian gerobak dorong kepada PKL, lanjut dia, awalnya para pemilik toko diberi penjelasan bahwa lapak PKL tidak akan permanen. Namun faktanya, keberadaan mereka kini menetap bahkan menutup wajah pertokoan. “Alasan pemerintah karena belum ada tempat penampungan untuk gerobak,” katanya.
Kondisi tersebut sedikit banyak merugikan para pemilik toko. Karena akses yang terhalang lapak PKL membuat bongkar muat barang menjadi lebih sulit. “Kalau barang-barang kecil mungkin masih lancar, tapi kalau barang besar sudah enggak bisa,” ujarnya.
Disinggung keinginan pemilik toko terhadap pemerintah, pemilik ruko tersebut merasa pesimis. Karena membutuhkan pimpinan yang berdedikasi untuk bisa berhasil membenahi Jalan Cihideung.
“Harus dilakukan oleh pemimpin yang memang punya jiwa mengabdi kepada negara, dan saya kurang yakin pimpinan seperti itu ada untuk saat ini,” tuturnya.
Pemilik ruko lainnya menjelaskan, bahwa kondisi pandemi di Jalur Cihideung sudah tidak memenuhi standar protokol kesehatan. Karena sulit untuk menjaga jarak dalam kondisi seperti itu. “Termasuk sirkulasi udara buruk dan pengap karena tertutup lapak PKL, apalagi aroma tidak sedap kadang tercium,” ujarnya.
Hal ini berdampak kepada tingkat kunjungan pembeli yang berkurang secara drastis, terlebih saat pandemi Covid-19. Bagaimana tidak, orang akan memiliki risiko kontak fisik yang intens di sana, ditambah suasana tidak nyaman.
“Yang masih stabil paling toko mas saja dan dua toko yang sudah punya pelanggan setia, selebihnya sekarang sudah merosot,” terangnya.
Selain bongkar muat barang dagangan, para pemilik ruko juga sudah tidak memiliki kesempatan untuk menerima tamu pribadi. Sebagai makhluk sosial, tentunya mereka punya kerabat dan relasi yang berkunjung ke rumah. “Apalagi kalau ada acara atau kegiatan duka (meninggal dunia) paling datang ke rumah sakit saja,” ujarnya.
Di samping bidang bisnis, kondisi Jalan Cihideung juga memberikan dampak kepada psikologis. Karena di malam hari kawasan itu cukup menakutkan karena kondisinya yang semerawut dan gelap. “Kita parno juga khawatir ada pelaku kejahatan yang sembunyi di situ dan punya niat jahat,” tuturnya.
(rga)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: