Warga Endus Permainan Bansos Beras di Kota Tasik

Warga Endus Permainan Bansos Beras di Kota Tasik

INDIHIANG — Sebagian masyarakat mengendus adanya indikasi permainan dalam pengadaan beras pada program Bantuan Sosial Beras (BSB). Melihat adanya temuan kualitas beras yang tidak layak konsumsi, dan saat dicek ke pasaran beras bantuan bagi warga miskin tersebut hanya sekitar Rp 5 ribu per kilogramnya.


Hal itu diungkapkan Koordinator Laskar Dhuafa Tasikmalaya Habibudin, dalam audiensi lanjutan di ruang badan musyawarah (Banmus) DPRD Kota Tasikmalaya. Audiensi itu, kembali mempertanyakan tanggungjawab pemerintah, berkaitan beras bantuan yang diterima salah seorang warga pada Oktober 2020 lalu, melalui program BSB (Bantuan Sosial Beras).

Beras untuk kebutuhan publik selama tiga bulan itu, kondisinya apek, berkutu dan secara kasat mata tidak layak konsumsi.

“Kita menduga, ada indikasi permainan karena keuntungannya signifikan. Beras ini, saat kita tarik ke pasaran harganya paling Rp 5 ribu per kilogram, sementara program bantuan pemerintah ini anggarannya Rp 10.300 per kilogram,” kata Habib dalam audiensi, Rabu (24/3/2021).

Apalagi, lanjut dia, dalam pengimplementasian program BSB di Kota Tasikmalaya, Bulog hanya bekerja dengan Dinas Sosial (Dinsos), tanpa melibatkan Dinas KUMKM Perindag, BP POM dan stakeholder lainnya dalam memastikan beras yang diterima warga miskin aman dan layak.

“Hari ini Bulog sendiri tidak bisa memastikan itu beras dari mereka atau bukan, padahal itu diterima salah seorang warga, dari bantuan BSB. Ini mohon, kalau permainan di kegiatan lain kita semua tidak memungkiri, tapi kalau permainan untuk warga miskin. Ingat pembalasannya seperti apa,” keluhnya.

Pegiat Laskar Dhuafa lainnya, Heryanto Rusdiansyah mengungkapkan pejabat terkait yang menangani urusan bantuan tersebut memiliki krisis rasa. Ketika daerahnya mendapat predikat termiskin se-Jawa Barat, masih tega konsumsi untuk kaum fakir miskin turut dibumbui permainan yang terindikasi menguntungkan pihak-pihak tertentu. “Benar-benar kurang ajar dengan warganya, dapat beras tidak layak seperti ini. Situasi Covid-19 yang serba sulit, kurang ajar sekali jika pejabatnya masih usil urusan warga kecil,” tegas Heryanto.

Ia menegaskan Plt wali kota harus turun langsung menangani keluhan beras tersebut. Sebab, beras tidak layak itu tidak menutup kemungkinan tersebar di warga-warga lainnya yang menerima program BSB.

”Kami akan kejar sampai siapa pun, siapa saja yang menyebabkan hal ini. Plt harus turun langsung selaku pimpinan daerah, karena ini pelecehan, warganya yang miskin diberi beras yang pantasnya untuk hewan,” papar timses Budi-Yusuf di Pilkada 2017 itu dengan nada tinggi.

Heryanto mencontohkan ketika Bulog dan Dinas Sosial tidak melibatkan stakeholder terkait, kontan menimbulkan kecurigaan. Seolah belanja pengadaan sendiri dan menyalurkan bantuan sendiri, tanpa libatkan instansi lain yang berwenang untuk turut serta mengawasi kualitas bantuan yang akan diberikan.

”Kalau kita hitung, 38 ribu penerima dikali Rp 10.500 untuk asumsi tiga bulan berapa? Sementara kualitas berasnya di pasaran hanya Rp 5 ribu per kilogram. Bisa kita asumsikan, satu bulan kebocoran anggaran tembus di angka Rp 3 miliar,” analisanya.

Sementara itu, Pimpinan Cabang Perum Bulog Subdivre Ciamis Safaruddin mengatakan pihaknya sebatas menindaklanjuti kerjasama antara Perum Bulog dengan Kementerian Sosial (Kemensos) yang mendapat tugas menjalankan program BSB.

Ada pun temuan yang dibawa para aktivis ke ruang audiensi, ia belum bisa memastikannya. “Dari kemasan betul itu beras Bulog. Namun, isi berasnya kita tidak bisa menjawab dan harus dicek laboratorium dalam menguji layak tidaknya,” ujarnya saat memberikan penjelasan.

Menurut dia, beras dalam kurun waktu tertentu mengalami perubahan fisik. Apabila tidak disimpan dan dirawat dengan baik, periode tertentu kualitas dan fisiknya ikut berubah. “Kalau di gudang kami setiap stok beras itu dilakukan perawatan per tiga bulan. Beras standar program BSB ini jenis medium yang kita adakan dari petani Rp 8.300 per kilogram dan sesuai perjanjian Kemensos itu diprogram BSB senilai Rp 10.300,” katanya.

Safaruddin menegaskan beras yang disalurkan terhadap transporter untuk selanjutnya didistribusikan ke setiap kelurahan dan disaksikan koordinator PKH masing-masing wilayah. Merupakan beras dari gudang bulog, tidak pengadaan beras baru tersendiri.

“Kalau mutu berasnya berkurang, kita pun persiapkan beras yang baru. Mekanisme penyalurannya, kami serahkan beras ke transporter kemudian membuat berita acara dan memastikan kondisinya sesuai,” tuturnya.

“Ketika ada keluhan atau komplain, itu bisa disampaikan Kelompok Penerima Manfaat atau Koordinator PKH. Kemudian kita tindaklanjuti dengan menggantinya, tapi sejauh ini kita belum pernah terima komplen itu,” sambung dia.

Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Kota Tasikmalaya, Nana mengatakan pihaknya hanya berwenang memonitoring saja, atas program pusat tersebut. Ketika ada keluhan kaitan bantuan beras, menindaklanjuti komplain pengaduan untuk disampaikan ke Bulog. “Kita kewenangannya hanya itu, monitoring saja. Karena ini program tindaklanjut pusat dan Perum Bulog,” kata Nana.

Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya Dede Muharam mengaku baru mengetahui ada program tersebut, ketika sudah mendengar keluhan dari Laskar Dhuafa.

Dimana salah satu temuan yang disampaikan beras tidak layak konsumsi. “Maka jelas harus dipelototi. Sekali turun beras informasinya bisa 400 ribu ton. Beras bagi warga miskin, dinistakan kualitasnya kami mendorong agar dikemudian hari tak terjadi lagi,” tegas Dede. (igi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: