Omnibus Kesehatan

Omnibus Kesehatan

Ilustrasi beasiswa dokter spesialis.--PEXELS--

Oleh: Dahlan Iskan

SAYA menghubungi sahabat Disway yang lagi sekolah menjadi dokter spesialis di Inggris. Tentu saya ingin tahu apa yang dilakukan di sana: University Base atau Hospital Base

Kita sedang dalam proses menuju perubahan: dari berbasis universitas ke satunya tadi. Kapan? 

Jalan menuju menuju ke sana sudah dibuka. RUU Omnibus Law bidang Kesehatan sudah ditetapkan: DPR sudah menyetujui jadwal pembahasannya. Tahun depan. Sebentar lagi.

Sudah terbit pula daftar RUU apa saja yang akan dibahas selama 2023: banyak sekali. Ada 33 RUU. Lihatlah nomor 18 di daftar itu: Omnibus Law bidang Kesehatan. Berarti rute menuju perubahan itu sudah dibuat. 

Memang ada sedikit pertanyaan: mengapa masih ada nomor 21 dan nomor 32. Yakni RUU Kefarmasian (21) dan RUU Wabah (32). Mengapa dua RUU itu tidak sekalian dimasukkan ke Omnibus? Berarti Omnibus Law bidang Kesehatan ini masih ibarat bus yang kurang besar. Kalau begitu kenapa tidak pakai Omnitrailer Law. Takut tidak bisa belok di jalan berliku?

"Di sini pendidikan dokter spesialis tidak lagi dianggap sekolah," ujar sahabat Disway di bagian tengah Inggris itu. "Sudah dianggap mirip kursus peningkatan pengetahuan dan keterampilan," tambahnya.

Karena bukan lagi sekolah, maka tidak ada lagi urusan dengan universitas. Urusannya dengan rumah sakit. Hospital base.

"Apakah Anda harus bayar uang kuliah?"

“Tidak. Ini bukan kuliah. Tidak perlu bayar uang kuliah," jawabnya.

Selama mengambil program spesialisasi sahabat Disway tersebut justru digaji. Sama dengan gajinya sebagai dokter umum. "Cukuplah untuk hidup sehari-hari. Masih ada sisa kalau misalnya mama di Indonesia minta dibelikan sesuatu," ujarnya.

Hak libur dan istirahat pun diberikan sangat cukup. "Kami ada cuti dan libur. Liburnya lebih banyak agar bisa belajar sendiri," ujarnya.

Kalau pun untuk tambahan belajar itu harus kursus, biaya kursusnya bisa diganti. Termasuk kalau harus ada biaya pindah tempat tinggal.

Topik ini tentu menggiurkan di tengah isu mahalnya biaya menjadi dokter spesialis di Indonesia. Status ''mahasiswa spesialis'' membuat calon spesialis masih harus membayar uang kuliah. Padahal ia/dia sudah kehilangan pendapatan: tidak bisa lagi buka warung –istilah buka praktik di kalangan dokter umum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: