Mengimplementasikan Budaya Positif di Sekolah untuk Mewujudkan Sikap Disiplin Murid

Mengimplementasikan Budaya Positif di Sekolah untuk Mewujudkan Sikap Disiplin Murid

Ai Resti, S.Pd Mahasiswi S2 PGSD UPI Kampus Tasikmalaya-Foto:dokradartasik.disway.Id/dokairesti-

RADARTASIK.COM - Menciptakan lingkungan positif di sekolah untuk memberikan rasa aman, nyaman, dan mendukung proses pembelajaran bagi murid diperlukan langkah-langkah serta strategi efektif, konkret, dan realistis. Seperti yng dilakukan di SD Negeri Gunungsari, yang mengimplementasikan budaya positif penyusunan keyakinan kelas, pembiasaan 5S (Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun) yang dilakukan oleh warga sekolah. 

Penerapan disiplin di sekolah saat ini, perlu dikaji dan ditinjau kembali. Kita selalu beranggapan bahwa murid yang disiplin adalah murid yang patuh terhadap semua peraturan tanpa mengetahui motivasi murid menaati peraturan tersebut, apakah karena takut kena hukuman ataukah ingin mendapat penghargaan. Motivasi seperti itu lebih dikenal sebagai motivasi ekstrinsik. Dalam budaya kita, makna kata “disiplin” dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata “disiplin” dengan ketidaknyamanan. 

Disiplin selalu identik dengan peraturan atau tata tertib yang menuntut murid untuk mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh sekolah dan bersifat satu arah. Artinya peraturan tersebut dibuat tanpa adanya pelibatan murid dalam proses penyusunannya. Hal ini tentu tidak sejalan dengan pernyataan Ki Hajar Dewantara, bahwa “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ‘self discipline’ yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka. (Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470).  

Untuk mengimplementasikan budaya positif diawali dengan perubahan paradigma murid dalam menerapkan disiplin positif melalui keyakinan kelas yang disusun dan disepakati oleh semua warga kelas. Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai kebajikan yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai, atau mencapai suatu tujuan mulia yakni memiliki karakter sesuai profil pelajar pancasila. 

Berikut prosedur pembentukan keyakinan kelas : 

1.Mempersilakan murid-murid di kelas untuk bercurah pendapat tentang keyakinan yang perlu disepakati. 

2.Mencatat semua masukan-masukan para murid di papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas bisa melihat hasil curah pendapat. 

3.Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Kelas’. Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif. 

4.Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Ajak murid-murid untuk menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang dituju dari peraturan tersebut. Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan Guru, Datanglah Tepat Waktu berada di bawah 1 ‘payung’ yaitu keyakinan untuk ‘Saling Menghormati’ atau nilai kebajikan ‘Hormat’. Keyakinan inilah yang dimasukkan dalam daftar untuk disepakati. 

5.Tinjau ulang Keyakinan Kelas secara bersama-sama. Seharusnya setelah beberapa peraturan telah disatukan menjadi beberapa keyakinan maka jumlah butir pernyataan keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan kelas tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 keyakinan. Bilamana terlalu banyak, maka warga kelas akan sulit mengingatnya dan akibatnya sulit untuk dijalankan. 

6.Setelah keyakinan kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan kelas tersebut, termasuk guru dan semua murid. 

7.Keyakinan Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas. 

Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya guru sedang mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal.

Penulis: Ai Resti, S.Pd (Mahasiswa Magister PGSD UPI Kampus Tasikmalaya)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: