Satria Kanjuruhan

Satria Kanjuruhan

--

Siap menampung berapa pun banyak kau meneteskan –air mata.

***

"Saya tergerak menulis puisi ketika melihat Aremania cilik meninggal di pangkuan ibunya yang menangis," ujar Lintang B. Prameswari. Dia alumnus cum laude STT Telkom Bandung. Jurusan komunikasi. Kini Lintang tinggal di Mojokerto. Masih jomblo. 26 tahun.

Sudah ribuan puisi dia tulis. Baru kali ini terkait dengan sepak bola. Dia baru nonton pertandingan di stadion ketika mahasiswa: Bandung entah lawan siapa. Beberapa puisi Lintang masuk buku antologi puisi. Juga menjuarai beberapa lomba. Kini puisi Kanjuruhan Lintang terpilih untuk Disway. 

Lintang lahir di Mojokerto. Dia  selalu bangga sekolah di SD dan SMP yang sama dengan Bung Karno. Ayah Sang proklamator Indonesia guru sekolah Ongko Loro. Yakni SDN Purwotengah dan SMPN 2 Kota Mojokerto. SDN itulah yang dulu disebut sekolah Ongko Loro. Kini ada patung Soekarno kecil memegang buku di halaman sekolah itu.

Imawan Mashuri, tokoh seniman Malang, juga menciptakan puisi dan membacakannya sendiri: lihatlah videonya. Bagus sekali. Ia pemilik harian Malang Post. Pendiri JTV. Pembangun Manado Post sampai dapat istri di sana.

Harian The Washington Post melakukan investigasi ke Malang. Lima wartawan terlibat dalam penulisan tragedi Kanjuruhan di media ternama di Amerika: Rebecca Tan, Joyce Sohyun Lee, Sarah Cahlan, Imogen Piper dan Aisyah Llewellyn.

Seperti juga liputan The New York Times, The Washington Post menyorot polisi secara amat kritis. Gas air mata yang diluncurkan sampai lebih 40 tembakan di Kanjuruhan. Hanya dalam waktu 10 menit.

Begitu banyaknya gas air mata sampai ada juga yang mengira asap putih tebal di pinggir lapangan itu gas air mata. Padahal itu asap flare yang dilemparkan penonton. Kelihatannya flare itu disiapkan untuk merayakan kemenangan Arema. Karena Arema kalah, flare itu dilemparkan sebagai luapan kekecewaan.

Investigasi Kanjuruhan juga dilakukan organisasi pengacara. Peradi (Persatuan Advokad Indonesia) cabang Malang mengerahkan tim. Cepat sekali. Peradi membentuk Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan disingkat Tatak. Hasilnya sudah dilaporkan Imam Hidayat, ketuanya, ke Komnas HAM. Jumat pagi kemarin. Peradi menyimpulkan bahwa tragedi Kanjuruhan adalah pelanggaran HAM berat. Ini serius sekali. Komnas HAM harus turun tangan.

Sebenarnya yang pertama ditunggu adalah ini: sikap kesatria. Siapa yang harus mengaku bersalah dulu. Lalu minta maaf secara tulus dan terbuka. 131 orang meninggal ditambah begitu banyak yang terluka pastilah ada yang bersalah.

Satria hanya ada di wayang. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: