Tragedi Prestasi

Tragedi Prestasi

Duka Untuk Kita Semua, sebuah utas dari Arema FC usai tragedi sepak bola di Kanjuruhan yang menewaskan 127 suporter pada Sabtu 1 Oktober 2022.-Twitter/Arema FC-Disway.id-

Adegan seperti itu dilihat dengan sangat jelas oleh penonton yang ada di tribun, yang posisi mereka lebih tinggi. Emosi penonton meledak. Solidaritas sesama penonton meluap. Begitulah psikologi penonton sepakbola. Mereka disatukan oleh emosi. Mereka tidak peduli suku, agama, ras, umur, dan gender. Mereka merasa satu keluarga, satu suku, satu bangsa, satu agama. Tidak ada persatuan bangsa melebihi persatuan bangsa sepakbola.

Saya pernah membuat kaus dengan tema tulisan seperti itu: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa: Bahasa Bola.

Saya melihat, dari situlah tragedi itu meledak. Ini bukan Arema lawan Persebaya. Bukan Aremania lawan Bonek. Ini penonton lawan petugas.

Ada teriakan Sambo juga di sana.

Mengamankan tim Persebaya ke rantis sudahlah langkah yang jitu. Apalagi kalau bisa segera keluar dari kompleks stadion. Maka prioritas berikutnya, seharusnya, membuka jalan keluar dari stadion. Bukan saja untuk tim lawan, juga untuk mengurangi kepadatan stadion. Pasti banyak juga yang sudah ingin pulang. Sudah sangat malam. Tapi mereka tidak bisa keluar. Buntu.

Di dalam stadion sebenarnya sudah tidak ada lagi faktor penentu yang bisa memicu kerusuhan. Kalau pun mereka kecewa kepada tim Arema, itu kekecewaan orang yang mencinta. Tidak akan mencelakakan mereka. Sama dengan kekecewaan Bonek pada tim Persebaya 2022.

Maksimum yang akan terjadi adalah merusak stadion. Seperti yang dilakukan Bonek dua minggu lalu ketika Persebaya kalah oleh Rans United FC 1-2. Stadion Gelora Delta Sidoarjo dirusak. Itu pun hanya mampu merusak pagarnya. Persebaya segera memperbaiki: habis Rp 170 juta. Tidak ada yang luka. Apalagi meninggal dunia.

Maka yang terbaik dilakukan di dalam stadion Kanjuruhan malam itu adalah: mereka yang masuk ke lapangan itu jangan diusir. Jangan dihardik. Diminta saja untuk duduk. Di atas rumput. Seluruh pemain dan ofisial juga memulai duduk. Petugas juga duduk. Biarkan emosi tercurah dulu. Perlu waktu untuk meredakan emosi.

Sama sekali tidak ada faktor yang menakutkan malam itu. Mereka itu satu bangsa: bangsa bola. Tim lawan sudah diamankan. Cukup. Tim tuan rumah tidak akan diapa-apakan –maksimum dimaki-maki atau diludahi. Saya sudah kenyang dengan hal seperti itu. Pun dilempari kencing dalam plastik.

Menghardik mereka hanya menambah emosi. Apalagi menendang dan memukul. Tambah lagi tembakan gas air mata. Yang bikin panik. Bikin sesak. Bikin berdesakan.

Kita begitu berduka. Kita juara dunia sepakbola di segi tragedinya.

Kita harus bangkit dengan prestasi. Kalau pun kita dihukum FIFA selama lima tahun, kita manfaatkan itu untuk benah-benah di dalam negeri. Lima tahun mendatang kita buat kejutan internasional. Sekali bebas dari hukuman, prestasi langsung mengejutkan. Di mata dunia. Setidaknya Asia. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 2 Oktober 2022: Cari Cinta

Komentator Spesialis

Kalbar dan Kalteng tunggu dulu ya sabar. Duitnya akan difokuskan ke Kaltim untuk IKN baru perlu 500 trilyunan. Nanti 10-20 tahun lagi akan dipikirkan. Kecuali pembangunan IKN baru ditunda, duitnya bisa dibagi rata ke semua daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: