Kisruh TPP ASN Pemkot Tasik Akibat Komunikasi Buruk

Kisruh TPP ASN Pemkot Tasik Akibat Komunikasi Buruk

INDIHIANG - Kegaduhan terkait Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) Aparatur Sipil Negara (ASN) menunjukkan kualitas komunikasi di lingkungan Pemerintah Kota Tasikmalaya buruk. Idealnya, urusan berkaitan dengan rupiah bisa dikomunikasikan sejak awal.


Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, H Agus Wahyudin SH MH mengatakan DPRD sudah mengetahui adanya penyesuaian TPP sejak jauh-jauh hari. Dia pun heran ketika ASN bereaksi seolah mereka tidak tahu apa-apa. “Kami sudah tahu ada penyesuaian saat pembahasan APBD, berarti akhir tahun 2020,” ujarnya kepada Radar, Rabu (17/3/2021).

Saat itu, kata Agus, pihaknya mendapatkan penjelasan bahwa ada perubahan kebijakan soal TPP. Nominal yang sebelumnya diatur daerah, kini ada ketetapan khusus dari Mendagri. “Kami juga tidak menanyakan secara detail, tapi prinsipnya kami sudah tahu,” kata dia.

Baca juga : ASN Pemkot Tasik Kecewa, Besaran TPP Berkurang

Bahkan, sambung Agus, diprediksi semua TPP ASN akan turun atau terkena pemotongan karena adanya kebijakan Mendagri tersebut. ”Tapi kok ini jadi ada reaksi dari ASN, berarti ada sosialisasi yang tidak tersampaikan kepada mereka. Sehingga ASN komplain atas pemotongan tersebut,” ujar politisi PPP Kota Tasikmalaya itu.

       

Pada prinsipnya, lanjut Agus, apa yang sudah menjadi kebijakan pusat tentu bukan hal yang patut diperdebatkan di tingkat daerah. Sehingga mau tidak mau harus menerima.

“Apalagi soal gaji atau TPP, karena aturan dari pusatnya begitu,” tuturnya.

Namun demikian, kata dia, munculnya polemik dipastikan ada hal yang salah dan tidak diperhitungkan. Di antaranya Pemkot kurang mengomunikasikan penyesuaian TPP ini kepada para pegawai. “Apalagi urusan duit atau perut pegawai, harus ada pemahaman sejak awal,” katanya.

Persoalan ini, kata Agus, menunjukkan pola komunikasi yang buruk di internal Pemkot. Sehingga wajar jika banyak program pemerintah yang kurang tersosialisasikan kepada masyarakat. “Ya sosialisasi di internal saja buruk, apalagi ke masyarakat,” ujarnya.

Agus pun meminta Plt Wali Kota Tasikmalaya dan Sekda Kota Tasikmalaya bisa meredam kegaduhan terkait pemotongan TPP tersebut. Pasalnya menjadi citra buruk di mata publik dan tentunya jangan sampai terulang di kemudian hari. ”Malu sama masyarakat, bagaimana pelayanan berjalan baik kalau pegawainya masih meributkan TPP,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, sejumlah pegawai di lingkungan Pemerintah Kota Tasikmalaya harus menelan kekecewaan atas menurunnya besaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Padahal, belakangan ini mereka baru selesai menanti pencairan tunjangan tersebut yang tertunda sekitar dua bulan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Radar, kegaduhan di sejumlah instansi teknis dan instansi kewilayahan pemerintah terjadi Selasa (16/3/2021). Di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) beberapa pegawai mempertanyakan besaran TPP yang diterima mengalami penurunan. Bahkan ada yang sampai menanyakan dan menyampaikan langsung keluhannya kepada Sekretaris Daerah Kota Tasikmalaya H Ivan Dicksan, yang merupakan Ketua Tim Penyusun Besaran TPP.

“Intinya ada peraturan baru, Permendagri tentang Perhitungan TPP. Dari awal sebetulnya sudah disampaikan ini pasti ada yang terkena dampak,” kata Kepala Bagian Organisasi Setda Kota Tasikmalaya Imin Muhaemin kepada Radar, Selasa (16/3/2021).

Dia menjelaskan sejatinya dampak peraturan baru tidak semua pegawai mengalami penurunan TPP. Tergantung perhitungan dari beberapa faktor dan indikator tambahan penghasilan mulai dari beban kerja, risiko kerja, prestasi kerja, kelangkaan profesi dan lain sebagainya.

“Semula kan tidak ada penerapan kelas jabatan dalam menghitung besaran TPP, sekarang itu digunakan. Sebagai tindaklanjut evaluasi temuan BPK di tahun 2020, rekomendasinya Kota Tasikmalaya harus menerapkan kelas jabatan di tahun ini,” kata Imin menjelaskan.

Ia memahami akan banyaknya pegawai yang mengeluhkan hal tersebut. Pemkot pun sebetulnya menyiapkan alternatif untuk pegawai yang TPP-nya kurang, dibolehkan mendapatkan honorarium dari kegiatan.

“Alternatif itu bisa menjadi kesempatan, meski honor tidak akan merata, tergantung keterlibatan dan peran pegawai dalam kegiatan tertentu. Tetapi itu bisa diberlakukan dan menjadi potensi,” jelasnya.

Imin tidak menampik resistensi ASN ketika menggunakan TPP sebagai sandaran kebutuhan sehari-hari, akan terdampak kebijakan fluktuatifnya tunjangan. Pihaknya mengaku sejak awal sudah menyampaikan terhadap OPD, bahwa tahun ini akan terjadi perubahan besaran.

”TPP kan beda dengan gaji, otomatis berisiko tinggi ketika teman-teman ASN gunakan TPP untuk kebutuhan sehari-hari, tapi bukan cuma kita, itu memang fluktuatif ditentukan beragam faktor,” katanya memaparkan.

Menurut dia, tim penyusun besaran TPP tidak serta-merta menetapkan besaran yang diterima pegawai di berbagai jenjang karier. Bagian Organisasi yang menghitung beban kerja, dan bagian-bagian lainnya termasuk asisten daerah, menghitung besaran nominal, e-kinerja dan parameter lainnya.

”Memang beban kerja hitungannya di kita. Keterlibatan teman-teman lain sebetulnya paham, hanya reaksional memang hal lumrah,” katanya.

“Pak Sekda saja turun hampir setengahnya, para kadis juga turun 30 persenan, termasuk saya yang mengurus kaitan TPP juga turun. Nyaris ke semua jenjang memang terdampak, tetapi ada beberapa yang tetap dan naik,” sambung Imin. ()

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: