Waduh! Syarat Jadi Guru Semakin Berat Saja, Minimal Lulusan Pascasarjana

Waduh! Syarat Jadi Guru Semakin Berat Saja, Minimal Lulusan Pascasarjana

Radartasik.com, JAKARTA - Persyaratan untuk menjadi seorang guru ke depan agaknya bakal semakin berat saja, yakni minimal lulusan program Pascasarjana. Padahal selama ini syarat untuk menjadi guru cukup minimal lulus sarjana (S1). 


Ketentuan syarat minimal lulus Pascasarjana itu merupakan bagian dari regulasi baru dalam rancangan undang-undang (RUU) sistem Pendidikan Nasional yang kini tengah disusun. Butir-butir ketentuan baru dijelaskan oleh Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo. 

“Untuk jadi guru tidak lagi kualifikasi S1. Tetapi syaratnya Pascasarjana yaitu PPG (pendidikan profesi guru),” kata pejabat yang akrab disapa Nino itu. 

Dia mengatakan guru-guru yang eksisting sampai RUU Sisdiknas nanti disahkan, akan langsung dianggap memenuhi syarat. Atau istilahnya pemutihan. Tetapi untuk guru baru, syarat minimalnya lulus progran Pascasarjana PPG. 

Tujuan meningkatkan kualifikasi mininal calon guru ini untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Seperti diketahui PPG adalah pendidikan bagi lulusan sarjana (S1).q

Mahasiswa dengan ijazah S1 keguruan maupun non keguruan, bisa mengikuti PPG. Misalnya mahasiswa lulusan Fakultas MIPA, bisa mendaftar guru selama lulus PPG. Proses PPG dijalankan selama satu tahun atau dua semester. 

Nino menegaskan pembahasan RUU Sisdiknas masih awal. Masih menyusun naskah akademik. Setelah itu baru diusulkan ke DPR. Rencananya April depan akan diusulkan ke Parlemen. 

Sementara itu kritikan terhadap revisi UU Sisdiknas masih terus bermunculan. Salah satunya dari Ketua Bidang Kajian dan Riset Kebijakan Pendidikan NU Circle, Ki Bambang Pharmasetiawan. 

Bambang mengatakan setelah mengkaji draf naskah akademi RUU Sisdiknas, pihakanya menilai setidaknya ada sepuluh poin yang patut di bersama. Diantaranya adalah dia menilai RUU Sisdiknas meminggirkan dan memarginalkan peran agama dalam membangun moralitas anak Indonesia. 

Agama tidak dianggap sebagai sesuatu yang penting dan strategis. Lalu RUU Sisdiknas dianggap memiliki grand design yang memposisikan pendidikan nasional sebagai komoditi. Pendidikan masuk dalam ranah bisnis dan perdagangan. 

RUU Sisdiknas juga dinilai menanamkan Pancasila sebagai doktrin. Bukan sebagai sistem nilai luhur bangsa Indonesia yang kemudian menjadi dasar negara Indonesia. 

“RUU ini membangun perspektif Pancasila sebagai doktrin. Ini tak ubahnya seperti orde baru,” tegas Ki Bambang. 

RUU Sisdiknas juga dikemas sebagai kebijakan terpusat sehingga bias terhadap otonomi daerah. Sorotan terhadap revisi UU Sisdiknas juga disampaikan pengamat pendidikan Indra Charismiadji. 

Dia mengatakan bangsa Indonesia harus bangkit dan peduli pada masa depan anak cucunya. “Untuk itu mari bersama kita kawal RUU Sisdiknas ini agar sesuai dengan harapan seluruh bangsa bukan kelompok tertentu,” tuturnya. (jpg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: