Ramadan, Ibadah Tak Lagi Berjarak

Ramadan, Ibadah Tak Lagi Berjarak

radartasik.com, RADAR TASIK — Sudah dua kali Ramadan dan Lebaran, masyarakat harus menjaga jarak ketika melaksanakan Tarawih dan Salat Id. Tahun ini tampaknya kondisi mulai kembali normal di mana saf salat harus kembali rapat.


Hal itu sebagaimana edaran dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI). Di mana saf salat harus kembali dirapatkan, baik salat fardu, Salat Jumat, Salat Tarawih maupun Salat Id.

Ketua DMI Kota Tasikmalaya KH Tatang Faried sudah menerima surat edaran dari MUI dan DMI pusat itu. Kebijakan tersebut patut disyukuri karena umat Islam kembali bisa merapatkan barisan salat. ”Sudah kami terima edarannya, ini kita syukuri,” ujarnya kepada Radar, Minggu (13/3/2022).

Menjelang Ramadan yang kurang dari sebulan lagi, umat muslim bisa melaksanakan Salat Tarawih tanpa batasan. Dengan demikian, masjid-masjid tahun ini akan kembali padat oleh jemaah. “Insyaallah Tarawih nanti sudah normal safnya, sudah dua tahun kan Tarawihnya pakai jaga jarak,” ucapnya.

Ramadan tahun lalu sebagian umat muslim mempersoalkan pemberian jarak pada saf salat berjamaah.

Kebijakan tersebut diterapkan pemerintah untuk mencegah penularan Covid-19 antarjemaah di masjid.

Untuk itu, KH Tatang berharap kebijakan baru ini harus menjadi motivasi umat untuk lebih semangat melaksanakan ibadah di masjid. Bukan hanya untuk Ramadan, tetapi juga di hari-hari biasa. ”Harus lebih semangat meningkatkan kualitas ibadah di masjid,” ucapnya.

Kendati saf salat kembali dirapatkan bukan berarti protokol kesehatan diabaikan. Protokol kesehatan tetap harus diperhatikan agar umat terhindar dari ancaman penularan. ”Masker harus tetap pakai,” tuturnya.

Selain soal saf yang kembali dirapatkan, berbagai kegiatan keagamaan di masjid pun sudah bisa kembali dilaksanakan. Di antaranya pengajian, tadarus Quran, Qiamul Lail dan kegiatan keagamaan lainnya.

Perkuat Warna Religi

Ramadan merupakan bulan mulia. Kemuliaan ini seyogianya dibarengi dengan hadirnya tayangan-tayangan dan konten di lembaga penyiaran publik yang berkualitas pula.

MUI pusat telah melaksanakan Halaqah Tayangan Ramadan yang digelar Komisi Informasi dan Komunikasi MUI awal bulan lalu untuk mewujudkan kondusivitas di bulan suci. Halaqah pun ditutup dengan lima poin deklarasi yang menekankan pentingnya menghadirkan tayangan yang bukan sekadar tontonan tetapi juga mengandung unsur tuntunan.

Ketua Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam (LSBPI) MUI, Habiburrahman El-Shirazy, berharap tayangan televisi khususnya saat Ramadan tidak bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa.

Dia mengatakan, hal ini tidak terlepas dari kebudayaan bangsa Indonesia yang semestinya kebudayaan yang berketuhanan Yang Maha Esa yang memiliki pakem dan prinsip sesuai dengan keyakinannya.

”Kalau yang Muslim, tentu dan semestinya gerak-gerak kebudayaan apakah itu produk kebudayaan ataupun artikulasi kebudayaan tidak terlepas dari ketuhanan Yang Maha Esa ada nilai tauhid di situ, atau tidak bertentangan dengan nilai-nilai tauhid. Itu juga semestinya yang ditayangkan di televisi, tidak bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa, nilai-nilai tauhid bagi seorang Muslim,” ujarnya dikutip Radar Tasikmalaya dari situs resmi MUI.

Menurut Habiburrahman, hal ini sangat penting untuk ditekankan, mengingat bahwa televisi bukan hanya menjadi tempat menyampaikan informasi, melainkan sebagai media untuk entertaint atau hiburan.

Selain itu, dia juga menyarankan agar televisi memiliki saringan agar tayangannya tidak bertentengan dengan nilai ketuhanan Yang Maha Esa.

”Kebudayaan yang seharusnya menjadi karakteristik, yang dipakai bersama di tengah masyarakat kita adalah kebudayaan yang berprikemanusian yang adil dan beradab. Artinya kebudayaan yang kita tampilkan secara tidak langsung menjadi penganjur kebudayaan sesungguhnya secara otomatis,” tuturnya.

Kang Abik–sapaan akrabnya–menjelaskan tayangan di televisi yang disaksikan oleh anak-anak khususnya, akan menjadi bahan untuk ditiru. Untuk itu, tayangan di televisi harus menjaga sisi kemanusiaan secara utuh.

“Di sini kami sangat berharap, pihak televisi memperhatikan masalah misalnya, mohon maaf, kami melihat di televisi masih sering baik itu lawakan atau apapun bentuknya misalnya aktor atau pelawak yang ke bencong-bencongan, yang tidak jelas seperti itu menurut saya perlu ditertibkan supaya tidak ditiru oleh banyak orang,” tuturnya.

Kang Abik menegaskan, bahwa hal tersebut bukan berarti tidak menghargai orang lain. Akan tetapi, mendorong agar budaya yang ada di tengah masyarakat menjadi budaya yang benar-benar sehat.

”Saya sangat berharap tampilan yang ada di televisi apapun itu bentuknya terutama yang berkaitan dengan seni, kebudayaan, kami sangat berharap yang mencerminkan tauhid, mempertahankan nilai kemanusian yang lurus, adil dan beradab, juga tentu yang menjaga persatuan Indonesia,” harapnya.

Selain itu, Kang Abik juga menyampaikan harapan agar televisi memiliki andil dalam menghidupkan kembali kebudayaan seni yang nyaris punah, yang merupakan peninggalan terdahulu yang mempunyai nilai-nilai yang luar biasa.

”Supaya kebudayaan luhur bangsa kita ini bisa diangkat kembali, karena dari Sabang sampai Merauke kita punya banyak sekali kesenian daerah yang sebenarnya ketika ditampilkan kembali akan menjadi tontonan yang sangat bagus dan di dalamnya terdapat filosofi-filosofi yang sangat dalam,” katanya. (rga/red)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: