Penghasil Sawit, Minyak Goreng Langka di Pasaran

Penghasil Sawit, Minyak Goreng Langka di Pasaran

radartasik.com, KEBUTUHAN akan sembako bagi masyarakat sangatlah diperlukan apalagi di masa pandemi saat ini. Tidak terkecuali kebutuhan akan komoditas minyak goreng, kita ketahui bersama bahwa permintaan akan komoditas ini sangat tinggi. Namun apa daya permintaan pasar tidak berbanding lurus dengan ketersediaan barang.


Terlihat dimana-mana warga mengantre di depan pusat perbelanjaan modern bahkan di pasar tradisional pun rela mengantre demi mendapatkan minyak goreng. Penyebab kelangkaan minyak goreng seperti disebutkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey buka-bukaan soal biang keroknya. Masalah utama kelangkaan minyak goreng adalah pasokan barang yang makin sedikit diterima oleh toko-toko ritel, belum lagi dengan adanya panic buying yang terjadi di masyarakat, ikut memperparah kondisi kelangkaan minyak goreng di pasaran.

Kelangkaan minyak goreng di pasaran membuat harga minyak goreng tiba-tiba melambung tinggi. Harga yang melambung tinggi membuat konsumen terutama bagi ibu rumah tangga dan para pedagang gorengan menjerit menghadapi kenyataan ini.

Di bulan Januari saja, harga minyak goreng di pasaran bisa menyentuh Rp 19.000 sampai dengan Rp 24.000 per liter, tergantung kemasannya, itu pun dengan kondisi barang sudah sangat sulit untuk didapatkan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan harga minyak goreng  yang terjadi menjelang akhir tahun 2021 lalu cukup mengerek laju inflasi. Kenaikanharga minyak goreng memiliki andil sebesar 0,31 persen terhadap kenaikan inflasi sepanjang tahun 2021.

Situasi ini membuat pemerintah akhirnya melakukan intervensi, dengan memperbarui harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah, kemasan sederhana, dan kemasan premium untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Serta mengambil kebijakan dengan mengadakan operasi pasar yang bertujuan untuk menstabilkan harga minyak goreng.

Konsumsi minyak goreng masyarakat Indonesia cukup tinggi dan merupakan salah satu komoditas sembilan bahan pokok (sembako). Ketergantungan terhadap minyak goreng tidak hanya untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga saja. Tetapi juga untuk kebutuhan bahan baku dan bahan penolong untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) nasional terutama yang bergerak dalam sektor penyediaan makan dan minum serta industri makanan.

The Kian Wie (1983), mengemukakan kebutuhan pokok sebagai suatu paket barang dan jasa yang oleh masyarakat dianggap perlu tersedia bagi setiap orang. Kebutuhan ini merupakan tingkat minimum yang dapat dinikmati oleh setiap orang.

Terkait dengan kebutuhan pangan tentu tidak akan terlepas dari ketahanan pangan, bahkan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 menyebutkan tentang Ketahanan Pangan adalah “kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkaunya serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan”, di mana UU ini juga sejalan dengan definisi ketahanan pangan dari FAO yang menyatakan ketahanan pangan sebagai suatu kondisi dimana setiap orang sepanjang waktu, baik fisik maupun ekonomi, memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari sesuai preferensinya.

Rilis data dari Badan Pusat Statistik (BPS), minyak goreng yang paling sering digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah minyak goreng sawit. Disebutkan bahwa minyak goreng sawit memiliki banyak keunggulan dibanding jenis-jenis minyak lain dan cocok dengan kebiasaan menggoreng masyarakat Indonesia.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan BPS, menunjukkan bahwa konsumsi minyak goreng, terutama di tingkat rumah tangga, selama periode 2016-2020 mengalami peningkatan setiap tahun

Dapat disimpulkan bahwa rata-rata konsumsi minyak goreng sawit di tingkat rumah tangga di Indonesia selama periode 2016-2020 mengalami peningkatan sebesar 2,32 persen per tahun.

Ironi memang, di negeri dengan status pengekspor minyak goreng terbesar di dunia menjadi pesakitan di negeri sendiri. Indonesia sendiri merupakan salah satu produsen minyak goreng nomor satu di dunia sejak tahun 2006. Menurut data Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), produksi kelapa sawit Indonesia tahun 2020 mencapai 51,58 juta Ton, lebih tinggi dari rata-rata tahunan produksi tahunan yang mencapai 37,57 juta Ton. Bahkan sebagian diantaranya ada yang diekspor ke luar negeri.

Namun fakta berbicara lain, produksi minyak goreng di Indonesia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Peran pemerintah dalam menyikapi kenaikan harga minyak patut kita apresiasi dalam menjaga kestabilan perekonomian. Pemerintah telah menggelontorkan uang negara untuk subsidi minyak goreng dengan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp 7,6 triliun.

Subsidi ini menetapkan harga minyak goreng menjadi Rp14.000 per liter sampai 6 bulan ke depan dan ada kemungkinan berlanjut menyesuaikan keadaan. Kebijakan subsidi minyak goreng ini memperlihatkan peran pemerintah dalam menstabilkan harga. Pemerintah melakukan intervensi pasar terhadap harga minyak goreng dengan menetapkan minyak goreng satu harga.

Masyarakat selaku konsumen jangan berbondong-bondong membeli minyak goreng dalam jumlah banyak karena takut harga minyak goreng naik lagi. Konsumen harus bijak, mari kita jaga stabilitas harga dan ketersediaan minyak goreng dengan membeli secukupnya dan menghindari panic buying. [*]

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: