MUI dan NU Sependapat Haji Secara Virtual Tidak Sah
Reporter:
ocean|
Jumat 11-02-2022,16:20 WIB
Ketua MUI KH Cholil Nafis menjelaskan pelaksanaan
haji di
metaverse adalah alam khayal dan fiksi di dunia maya. Sedangkan perintah pelaksanaan
haji harus dengan fisik di dunia nyata.
Begitu pun ibadah
umrah harus di alam nyata sebagaimana tuntunan Rasulullah SAW. ”Sebab, ibadah
haji itu sifatnya ta'abbudi dan tauqifi,” terang dia dilansir pada Jumat (11/2/2022).
KH Cholil Nafis mengatakan bahwa selamanya, ibadah
haji bersifat tetap tidak mengalami perubahan tempat dan waktunya.
Dia menerangkan asalnya ibadah itu haram sampai ada tuntunan yang mengajarinya. Maka, seorang muslim tidak dapat melakukan ibadah dan haram (dilarang) hukum jika tidak ada tuntunannya dari Rasulullah SAW.
”
Metaverse baik untuk interaksi sosial dan transaksi ekonomi secara
virtual dengan membuka alam maya sendiri seperti horizon, avatar dan lain-lain,” ungkap KH Cholil Nafis.
”Namun ibadah mahdhal (murni) tidak dapat dipindahkan ke dunia fiksi. Maka,
haji dan shalat tidak sah dilakukan secara
virtual di
metaverse,” tegas dia.
Pengurus Lembaga Bahtsul Masail PB NU Ustad Alhafiz Kurniawan menjelaskan hal sama. Dia berpatokan pada pandangan ulama fiqih mazhab Syafi'i yang mengharuskan pelaksanaan thawaf secara fisik sebagai salah satu rukun
haji di dalam
Masjidil Haram.
”Wajib tidak melaksanakan thawaf di luar masjid sebagaimana wajib tidak melaksanakannya di luar kota Makkah dan Tanah Haram.” (Ar-Rafi'i, Al-Aziz bi Syarhil Wajiz, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1997 M/1417 H], juz III, halaman 395).
Menurut dia, kehadiran jamaah
haji secara fisik merupakan syarat sah thawaf. Bahkan, jamaah
haji dianjurkan mendekat pada Ka'bah saat pelaksanaan thawaf.
Kalau pun boleh agak jauh dari Ka'bah, maka thawaf dianggap sah selagi masih dilaksanakan secara fisik di dalam
Masjidil Haram.
”Kami telah sebutkan bahwa (orang yang thawaf) dianjurkan dekat dengan Ka'bah tanpa perbedaan pendapat ulama,” kata Ustad Alhafiz.
Nash-nash dari Imam As-Syafi'i dan Ashhab bersepakat boleh mengambil posisi agak jauh (dari Ka'bah) selama masih di area
Masjidil Haram.
Umat Islam bersepakat atas masalah ini. Mereka juga bersepakat seandainya seseorang melakukan thawaf di luar masjid, thawafnya tidak sah.
Demikian juga dengan rukun
haji lainnya, yaitu sai dan wukuf. Mazhab Syafi'i mengharuskan kehadiran fisik jamaah
haji untuk wukuf di Arafah meskipun hanya sejenak.
Kehadiran fisik jamaah
haji walau sejenak merupakan syarat sah wukuf di Arafah meski jamaah itu mendatanginya, berdiam, atau sekadar melalui kawasan Arafah.
Pada prinsipnya, pelaksanaan ibadah
haji (setidaknya menurut Mazhab As-Asyafi'i) mengharuskan kehadiran jamaah
haji secara fisik.
Tanpa kehadiran fisik, rangkaian manasik
haji tidak sah menurut syariat. Dengan demikian, manasik
haji virtual tidak sah.
Kabarnya proyek yang disebut
Virtual Hacerulesved itu digagas Imam Besar
Masjidil Haram Syeikh Abdurrahman Sudais berkolaborasi bersama Universitas Umm al-Qura dam Badan atau Otortitas Urusan Pameran dan Museum Pemerintah Arab Saudi.
Sebelum muncul rencana menghadirkan
Ka'bah Masjidil Haram di
metaverse tersebut, Otoritas Departemen Dua Tempat Suci Islam Arab Saudi telah memulai proyek yang menghadirkan Hajar Aswad secara
virtual pada penghujung Desember 2021 yang diberi nama
Virtual Black Stone Initiative. Lewat teknologi VR, maka para pengunjung akan bisa menyentuh batu hitam suci itu secara
virtual.
Seperti dikutip dari Scoop Empire.ibada, Iman Sudais menyatakan inisiatif tersebut bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan teknologi VR dan menciptakan pengalaman digital yang menyimulasikan realitas nyata.
”Kami memiliki situs keagamaan dan sejarah yang hebat yang harus kami digitalkan dan komunikasikan kepada semua orang melalui sarana teknologi terbaru,” ujar Iman Sudais.
Menanggapi langkah Arab Saudi yang akan menghadirkan
Ka'bah Masjidil Haram di
metaverse sejumlah negara di wilayah Arab menyikapinya secara kritis. Apalagi ada spekulasi wacana jika ibadah
umrah atau
haji juga akan dilakukan di
metaverse.
Lembaga Presidensi Urusan Keagamaan Turki (Diyanet), misalnya, menegaskan kunjungan
virtual ke Ka'bah
metaverse tidak bisa disebut sebagai
haji sesungguhnya.
”Ini (ibadah
haji di
metaverse) tidak mungkin terjadi,” kata Direktur Departemen
Haji dan
Umrah Diyanet, Remzi Bircan, seperti yang dikutip dari
Hurriyet Daily News.
Bircan menambahkan ibadah
haji harus dilaksanakan di dunia nyata dengan tubuh fisik berada di tanah. ”Kaki mereka harus menyentuh tanah (Ka'bah),” imbuhnya.
(fin/radarcirebon/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: