Penyakit Jantung Paling Bebani Negara Rp 10 Triliun
Reporter:
andriansyah|
Kamis 27-01-2022,13:45 WIB
radartasik.com, JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin membeberkan penyakit yang masuk dalam kategori katastropik di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Menurut Budi, kategori penyakit tersebut yang telah membebani biaya
BPJS kesehatan. Misalnya saja penyakit jantung paling membebani anggaran negara sebesar Rp 10 triliun.
“Dari hasil analisa di
BPJS, kita lihat bahwa penyakit jantung itu membebani negara Rp 10 triliun,” ujar Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (25/1/2022).
Budi menjelaskan selain penyakit jantung, yang membebani keuangan negara adalah kanker sebesar Rp 3,5 triliun, kemudian stroke sebesar Rp 2,5 triliun, dan gagal ginjar sebesar Rp 2,3 triliun.
“Kanker itu Rp 3,5 triliun, stroke Rp 2,5 triliun, dan gagal ginjal Rp 2,3 triliun,” katanya.
Mantan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut mengatakan orang yang memiliki kategori penyakit katastropik diharuskan untuk terus menjalani perawatan di rumah sakit.
“Ini yang menyebabkan penderitaan masyarakat menyebabkan masyarakat jadi tidak produktif, karena tidak bisa bekerja harus tinggal di rumah atau di rumah sakit dan juga membebani negara paling besar,” ungkapnya.
Karena itu, Budi mengimbau kepada masyarakat untuk mulai agar menerapkan pola hidup yang sehat. Hal ini dilakukan agar masyarakat membantu pemerintah untuk tidak membebani pembiayaan dari
BPJS Kesehatan ini.
“Kita dorong agar mereka bisa hidup lebih sehat sehingga tidak usah sampai sakit jantung atau sakit cancer dengan stadium lanjut,” tuturnya.
Budi mengatakan upaya dari Kemenkes dengan mengajak masyarakat menerapkan pola hidup sehat akan terus disosialisasikan. Hal ini juga semata-mata demi kebaikan masyarakat.
“Tindakan-tindakan promotif preventif ini yang ingin kita lakukan, sekali lagi bukan hanya untuk menghemat, tapi juga membuat masyarakat hidupnya jadi lebih nyaman. Jadi tidak perlu dia sakit,” imbuhnya.
Diketahui, katastropik merupakan penyakit yang proses perawatan memerlukan keahlian khusus dengan alat kesehatan canggih, dan memerlukan pelayanan kesehatan seumur hidup
Penyakit yang masuk kategori sebagai penyakit katastropik antara lain cirrhosis hepatis, gagal ginjal, penyakit jantung, kanker, stroke, serta penyakit darah (thalasemia dan leukemia)
Orang Indonesia Kurang Aware
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dr. Vito Anggarino Damay, Sp. JP., M. Kes., FIHA., FICA., FAsCC mengatakan penyakit jantung koroner tidak datang secara tiba-tiba. Biasanya sudah menunjukkan tanda-tanda tetapi selalu diabaikan oleh penderitanya.
“Sering kali di Indonesia ini kurang aware akan pemeriksaan penyakit jantung, kayak mobil lah kalau udah mogok baru dibawa ke bengkel. Kadang-kadang udah ada kerusakan dari awal, bensinnya tinggal dikit, kampas remnya udah mau abis,” ujar dr. Vito.
“Pas tiba-tiba mogok baru bilang lah kok bisa. Kayak kok tiba-tiba punya penyakit jantung, padahal sebelumnya enggak ada apa-apa, bukan enggak ada apa-apa ya tapi tidak disadari karena kurangnya awareness,” lanjutnya.
Pemeriksaan jantung harus rutin dilakukan oleh masyarakat, baik pada orang yang memiliki keluhan ataupun yang merasa sehat. Saat seseorang merasa sehat-meski sebenarnya memiliki penyakit jantung, gangguan jantung ini bisa terjadi saat berolahraga dan tidak sedikit yang menyebabkan kematian.
“Saat mereka semangat olahraga, pede nggak sakit jantung, terus di tengah berolahraga mengalami serangan jantung atau gangguan jantung. Ini sering terjadi kan pada beberapa atlet,” kata dr. Vito. “Jadi sekali lagi olahraga tetap bermanfaat buat jantung tapi tetap kitanya sendiri yang harus aware apakah ada gangguan, dan yang terpenting terus cek apakah jantung kita dalam performa yang baik untuk bisa berolahraga dan aktivitas fisik,” imbuh dr. Vito.
Lebih lanjut dr. Vito mengungkapkan jika masyarakat cenderung enggan memeriksakan masalah kesehatan lantaran takut didiagnosis memiliki penyakit tertentu. Akhirnya, mereka memilih untuk tidak tahu tentang penyakitnya dan merasa baik-baik saja.
“Padahal kalau diperiksakan dan tahu ada sakitnya kayak gangguan jantung itu lebih baik, karena dari awal kita bisa mencegah komplikasi lebih lanjut. Kalau nggak tahu, ada penyakit jantung bukan berarti penyakitnya akan hilang,” ujarnya.(kim/jpc)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: