Satu Keluarga, Tiga Profesor: Ayah dan Dua Putrinya Sukses Menjadi Guru Besar di Kampus yang Sama

Satu Keluarga, Tiga Profesor: Ayah dan Dua Putrinya Sukses Menjadi Guru Besar di Kampus yang Sama

Radartasik.com, Ini kisah keluarga sukses atau tepatnya sangat sukses. Ayah dan dua putrinya sama-sama menjadi profesor dan guru besar di kampus yang sama. Luar biasa.


Kisah inspiratif ini datang dari Prof Dr Supari Muslim Drs MPd. Bersama sang istri, Endang Puwandari (almh), mereka berhasil mengantarkan kedua putrinya sangat sukses dalam bidang pendidikan.

Cerita ini bermula dari ruang kerja di sebuah rumah di kawasan Gayungsari, Surabaya, Jawa Timur. Di sana laiknya ruang-ruang kerja pada umumnya: di depan pintu, ada meja yang di atasnya terdapat laptop, beberapa buku, dan camilan ringan. 

Di sisi kiri meja, buku-buku lain yang sedang tidak digunakan tersimpan rapi dalam lemari berpintu kaca. Di sisi kanan pintu, foto-foto yang menggambarkan momen wisuda terpampang rapi di dinding. Di antara foto-foto itu, ada sosok Prof Supari, sang pemilik ruang kerja, yang tampak memakai toga.

Di foto tersebut, Prof Supari tak sendirian ”menghiasi” dinding ruang kerja. Ada foto-foto yang memajang ekspresi senyum bahagia perempuan-perempuan yang juga tampak memakai toga.

”Ini Rina, anak saya yang pertama. Kalau yang ini Nita, anak saya yang kedua,” kata Supari, Jumat (14/1/2022), seraya mengarahkan telunjuknya ke beberapa foto yang tergantung di dinding.

Rina yang dimaksud Prof Supari adalah Prof Dr Erina Rahmadyanti ST MT. Dia putri sulung pria 70 tahun itu. 

Prof Rina merupakan guru besar di bidang teknik penyehatan lingkungan. Sedangkan adiknya, Prof Dr Nita Kusumawati MSc, seorang guru besar di bidang kimia.

Mereka berdua adalah kebanggaan Prof Supari. Ya, sebagai seorang guru besar di bidang pendidikan teknik elektro dan sekaligus sebagai ayah, bolehlah dia bangga kepada dua putrinya itu. 

Mempunyai anggota keluarga yang aktif di dunia pendidikan, terlebih sama-sama menjadi guru besar, merupakan sebuah keberhasilan bagi Prof Supari.
Rina maupun Nita awalnya tidak meniti karier sebagai guru. Setelah menjadi sarjana, Rina awalnya bekerja di bank, sedangkan Nita bekerja di perusahaan lanskap. 

Namun, karena keduanya perempuan, Supari lebih menginginkan putri-putrinya menjadi dosen. Sebab, dosen lebih memiliki waktu yang lowong ketimbang karyawan swasta. 

Lagi pula, dosen bukanlah profesi tanpa tanda jasa, melainkan justru berjasa besar karena mendidik putra-putri bangsa.

Dengan setengah memaksa, Prof Supari pun meminta Rina dan Nita untuk melanjutkan pendidikan magister dan menjadi dosen. 

”Saya sempat nangis dulu karena saya ingin menjadi bankir. Tapi, karena bagi saya suara orang tua adalah suara Tuhan, saya pun turuti permintaan ayah,” kata Rina atau lebih tepatnya Prof Rina.

Kemudian, Prof Supari juga meminta Nita melakukan hal yang sama. Meski istri Prof Supari, Endang Puwandari (almh), adalah seorang guru, tidak berarti niat Prof Supari itu mulus-mulus saja. 

Putri-putrinya memang akhirnya mengiyakan keinginan sang ayah. Namun, Supari sebenarnya sempat berdebat dengan istrinya.

”Saya dulu gegeran juga sama ibunya (istri Supari, Red). Katanya, 'anak zaman sekarang kok dipaksa-paksa, ya mana bisa'. Tapi, saya ingin anak-anak saya punya lebih banyak waktu untuk keluarganya kelak,” ungkap Prof Supari.

Doa Prof Supari terkabul. Meski setengah terpaksa, Rina dan Nita tetap rajin belajar. Tidak ada kesulitan yang berarti ketika Rina dan Nita melanjutkan pendidikannya. Dan, kini keduanya sukses menjadi pendidik. 

Nita bahkan menjadi guru besar termuda pada 2020. Dia menjadi guru besar di usia 38 tahun dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 4,00. Seperti ayahnya, kini mereka menjadi profesor dan diterima mengajar di Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Bagi Prof Nita, ayahnya adalah sosok yang sedikit mirip diktator, tapi sukses membuatnya mengerti apa artinya pantang menyerah. (jp)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: