Epidemiolog Menyarankan Vaksinasi Booster Gratis, Kalau Berbayar Menyalahi Etika
Reporter:
Usep Saeffulloh|
Selasa 11-01-2022,15:00 WIB
Vaksin itu dikembangkan di Bandung. Karena diproduksi di dalam negeri, diharapkan stok aman. ”Selain itu, Moderna yang digunakan setengah dosis dapat menjangkau banyak orang,” ucapnya, Senin (10/1/2021).
Dicky menyarankan agar vaksin Moderna diberikan kepada mereka yang berisiko tinggi. Tidak hanya dari sisi lansia atau memiliki penyakit bawaan, tapi juga yang berisiko dalam pekerjaan seperti pekerja publik.
Dia minta agar mereka yang berisiko tinggi harus selesai menerima vaksin
booster pada pertengahan Februari 2022.
Sementara itu Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI)
Masdalina Pane mengatakan pemberian vaksin
booster Covid-19 tidak mendesak dilakukan. Terlebih, masih banyak warga yang belum mendapat vaksin Covid-19 dosis lengkap.
Alasan untuk menghadapi varian
Omicron pun tak menjadikan
booster itu harus tergesa-gesa dilaksanakan. Sebab, dua kali
vaksinasi pun terbukti mampu menekan keparahan. Karena itu, yang perlu dikejar adalah cakupan
vaksinasi dosis lengkap. ”Tidak ada urgensinya (
booster,
Red),” tegasnya.
Pemerintah sendiri dinilai gagal dalam mencapai target
vaksinasi Covid-19 pada akhir tahun lalu. Pasalnya, cakupan
vaksinasi Covid-19 baru 43 persen. Jauh dari gembar-gembor target 70 persen.
Selain itu, euforia capaian lima besar negara dengan cakupan
vaksinasi terbesar di dunia pun sejatinya bukan hal yang istimewa.
Melihat kondisi itu, Masdalina merekomendasikan agar pemberian vaksin
booster ditunda hingga akses vaksin dosis lengkap diberikan secara merata.
Namun, bila pemerintah tetap memaksakan, vaksin
booster harus diberikan secara gratis. Apalagi jika vaksin tersebut merupakan hibah dari Covax-Facility. ”Itu melanggar etika kalau harus berbayar,” sambungnya.
Di sisi lain, Masdalina tetap mewanti-wanti agar pemerintah dan masyarakat tidak lengah dengan
Omicron. Meski dua kali
vaksinasi telah terbukti menurunkan risiko keparahan, varian baru itu tak bisa dibilang lebih aman dibandingkan Delta. Pasalnya,
Omicron lebih cepat menular.
Sejumlah negara juga telah melaporkan adanya kasus yang mengharuskan pasien masuk rumah sakit bahkan hingga menimbulkan kematian. Meski jumlahnya lebih rendah dari Delta.
”Itu Amerika dan Australia 1 juta kasus
lho sehari. Jangan sampai kalau seperti Delta baru pada pontang-panting,” tuturnya. Saat ini kasus
Omicron masih dinilai under control. Transmisi lokal kurang dari 20 persen dari total kasus
Omicron di Indonesia.
(jp)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: