Pesawat Nir Awak UGM untuk Deteksi Dini Kebakaran Hutan
Reporter:
ocean|
Senin 10-01-2022,23:00 WIB
Pesawat ini diberi nama Elang Caraka. Dirancang mampu terbang selama enam jam dengan jarak tempuh 200 kilometer untuk melakukan pengawasan wilayah secara autonomous.
”Operator dapat mengendalikan
pesawat tanpa
awak dari jarak jauh dan melihat rekaman gambar secara langsung melalui monitor di
Ground Control Station,” terang Dr Gesang Nugroho, ST, MT yang memimpin penelitian ini.
Dia menerangkan Elang Caraka dikembangkan sebagai solusi untuk mencegah meluasnya kebakaran
hutan di Indonesia.
Dia memimpin pengembangan ini karena sadar bahwa beberapa tahun belakangan kawasan
hutan Indonesia mengalami penyusutan. Sebagian besar disebabkan peristiwa kebakaran
hutan dan pembalakan liar.
Kondisi geografis, medan lahan gambut yang luas, kurangnya akses, terbatasnya sumber daya manusia, dan minimnya fasilitas menimbulkan masalah yang cukup besar di dalam memantau dan pemadaman dini kebakaran.
”Ketika
hutan terbakar, jarang ada yang mengetahui titik terbakar
hutan tersebut,” ungkapnya.
Karena itu, menurut dia, diperlukan pendeteksi dini titik api di
hutan untuk menghindari meluasnya kebakaran
hutan.
Selama ini pendeteksi titik api di
hutan dilakukan dengan patroli udara menggunakan helikopter. Namun, penggunaan helikopter memakan biaya tinggi dan hanya bisa dilakukan siang hari.
Ketika terjadi kebakaran di malam hari, api sudah terlanjur membesar pada keesokan hari sehingga sulit untuk dipadamkan.
Elang Caraka memiliki bentang sayap sepanjang 3,6 meter. Panjang badan
pesawat 1,92 meter. Dilengkapi kamera
thermal untuk mengirimkan rekaman udara secara langsung yang dapat dilihat di darat.
Mesin dengan kapasitas 30 cc digunakan untuk menerbangkan Elang Caraka yang berbobot 20 kilogram dan hanya memerlukan landasan sepanjang 90 meter untuk lepas landas dan mendarat.
Pesawat ini dapat mendeteksi kebakaran dengan sensor cerdas
electrical nose (
enose) yang mampu mendeteksi asap yang ditunjukkan oleh meningkatnya grafik output dari sensor cerdas dibanding dengan kondisi normal tanpa asap.
”Enose bekerja seperti halnya hidung manusia, menggunakan larik sensor gas yang mampu mendeteksi asap tersebut,” kata Gesang.
Penelitian
pesawat ini dimulai dengan tahap perancangan dengan aplikasi desain tiga dimensi, manufaktur hingga uji terbang. ”Elang Caraka melakukan uji terbang hingga dapat melakukan misi secara sempurna,” imbuhnya.
Elang Caraka yang mampu dioperasikan baik siang maupun malam diharapkan mampu mendeteksi dini kebakaran dan tim pemadam dapat melakukan pemadaman secara langsung sebelum titik api membesar dan meluas.
”Biaya operasional Elang Caraka juga jauh lebih murah dibandingkan menggunakan helikopter. Sehingga diharapkan kehadiran Elang Caraka mampu menekan angka kebakaran
hutan dan lahan di Indonesia,” papar dia.
(ugm/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: