Guru Madrasah Merasa Ada Diskriminasi
Reporter:
andriansyah|
Rabu 05-01-2022,11:45 WIB
radartasik.com, INDIHIANG — Para guru madrasah mendatangi Sekretariat DPRD Kota Tasikmalaya, Selasa (4/1/2022). Hal ini berkaitan dengan Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang harus mereka kembalikan ke kas negara.
Dalam kesempatan tersebut, para guru madrasah menyampaikan keresahannya kepada DPRD. Dari mulai ketidakmampuan mengembalikan bantuan sampai perasaan terdiskriminasi karena yang dipersoalkan hanya bantuan double guru madrasah saja.
Menyikapi hal ini, Wakil Ketua DPRD
Kota Tasikmalaya Muslim MSi mengaku prihatin dengan apa yang dialami para guru madrasah. Karena dengan pendapatan yang minim, akan sangat berat untuk mengembalikan bantuan yang sudah lama dipakai habis. “Tentu mereka akan sangat berat jika harus mengembalikan,” ucapnya.
Pihaknya berharap pemerintah pusat bisa menemukan solusi agar para guru madrasah tidak perlu mengembalikan bantuan tersebut. Karena bagaimana pun yang melakukan verifikasi penerima bantun adalah pemerintah. “Tapi kita lihat nanti perkembangannya, karena informasi dari Kemenag pun teknis pengembaliannya masih belum jelas,” ucapnya.
Jika pada akhirnya para guru madrasah tetap harus mengembalikan
BSU, dia mendorong Pemkot ikut membantu. Menurutnya, pemerintah daerah tidak akan kesulitan untuk memberikan hibah ke Kemenag untuk membantu guru madrasah membayar tagihan itu. “Hibah sekitar Rp 500 juta sepertinya masih memungkinkan,” ucapnya.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD
Kota Tasikmalaya Ahmad Junaedi Shakan juga mengungkapkan keprihatinan serupa. Menurutnya, bukan masalah ketika para guru madrasah mendapatkan bantuan di program yang lain. “Bantuan karena dia menjadi guru dengan bantuan di program lain kan berbeda konteks,” ucapnya.
Dia pun mewajarkan jika para guru mengajukan bantuan di berbagai program yang dibuka oleh pemerintah. Karena jika hanya satu program, belum tentu mereka mendapatkan bantuan tersebut. “Apalagi
BSU guru madrasah ini muncul belakangan, wajar jika mereka mengajukan bantuan program lain,” ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, terkait persoalan Bantuan Subsidi Upah (
BSU) yang harus dikembalikan para guru madrasah, Kementrian Agama
Kota Tasikmalaya belum bisa memberi kepastian atau solusi. Pasalnya, sejauh ini para guru madrasah sebatas dituntut mengembalikan bantuan tersebut.
Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag
Kota Tasikmalaya H Asep Bahria SAg MPdi mengatakan, soal pemberitahuan pengembalian dana
BSU, pihaknya sebatas melanjutkan surat dari pemerintah pusat. Hal ini sebagaimana temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan penerima bantuan ganda. “Tahun 2021 kemarin belum tuntas karena masih proses pemeriksaan, sekarang data fiks-nya,” ungkapnya kepada Radar, Senin (3/1/20221).
Kata dia, dalam program
BSU pihaknya sebatas memfasilitasi saja. Para guru madrasah yang memang layak mendapat bantuan tentunya diajukan. “Kita hanya memfasilitasi saja, pencairannya juga kan langsung ke masing-masing guru,” ujarnya.
Masalah mereka mendapat bantuan ganda, dia mengaku tidak tahu menahu. Pasalnya itu diverifikasi oleh Kementerian Keuangan. “Kita kan tidak tahu siapa saja guru yang dapat bantuan dari program lain,” ucapnya.
Maka dari itu, pihaknya sempat mengupayakan agar para guru tidak harus mengembalikan uang tersebut karena ada kekeliruan verifikasi data di Pemerintah. Apalagi melihat kondisi para guru yang mendapat penghasilan yang memang kurang layak. “Honor sebulan saja tidak cukup untuk mengembalikan uang itu (
BSU),” ucapnya.
Disinggung para guru yang tidak sanggup mengembalikan uang tersebut, H Asep Baria pun mengaku bingung. Karena belum ada arahan lebih teknis soal solusi dari polemik ini. “Tapi mudah-mudahan nantinya ada solusi yang bisa diterima oleh para guru madrasah,” ucapnya.
Terpisah, salah seorang guru di MTs Terpadu Bojong Nangka, Imat Ruhimat pemberian
BSU menjadi kegembiraan tersendiri untuk para guru honorer. Di situasi ekonomi sulit karena pandemi, pemerintah seakan menjadi pahlawan. “Karena bantuan itu datang pas lagi butuh-butuhnya,” terangnya.
Namun, pada akhirnya dia harus kecewa ketika harus mengembalikannya. Bagaimana pun uang yang diterima sudah habis dipakai dan untuk mengembalikannya terbilang sulit. “Jujur saja saya tidak sanggup untuk mengembalikan,” ucapnya.
Hal serupa juga diungkapkan Dede Fifit SPd yang merupakan pengajar di RA Mu'min M'shum Purbaratu. Gaji honorer rata-rata sekitar Rp 300 ribu di mana untuk kebutuhan sehari-hari pun tidak cukup. “Bagaimana bisa mengembalikannya, dari mana uangnya?,” geramnya.
Sementara dia melihat polemik ini hanya terjadi pada guru di bawah Kemenag saja. Sementara tenaga pendidik di lingkungan Kemendikbud seolah tidak dipermasalahkan. “Ini jelas ada ketimpangan, kok guru Kemenag seperti dianaktirikan,” ucapnya. (rga)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: