Panglima Santri Kutuk Aksi Predator Anak di Pesantren Bandung
Reporter:
ocean|
Jumat 10-12-2021,13:10 WIB
Radartasik.com, KABUPATEN TASIKMALAYA — Panglima Santri Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengutuk aksi pemerkosaan belasan santri oleh seorang pria yang mengaku guru di pesantren Kota Bandung.
Wakil Gubernur Jawa Barat ini menghendaki pelaku ditindak tegas oleh aparat penegak hukum sesuai hukuman yang berlaku.
”Pertama saya berharap kejadian ini tidak terulang kembali. Kedua saya merasa prihatin sebagai komunitas pondok pesantren atas kejadian semacam ini,” ujar Uu kepada wartawan di Pondok Pesantren Al Ruzhan Desa Cilangkap Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya, Jumat (10/12/2021).
”Kemudian juga kita mendukung kalaupun itu sudah ditangani oleh pihak kepolisian atau APH (aparat penegak hukum) agar diberlakukan hukum yang berlaku,” sambungnya.
Uu berharap masyarakat luas tidak menyamaratakan semua guru agama punya perilaku serupa. Sehingga tidak boleh ada rasa ketakutan dari para orang tua yang putra-putrinya sedang menempuh pendidikan di majelis taklim, pondok pesantren, atau di madrasah diniyah, asalkan lembaganya sudah terpercaya serta jelas sejarah dan asal-usulnya.
”Sekitar 12 ribu pondok pesantren yang ada di Jawa Barat belum ditambah mungkin majelis-majelis, termasuk juga madrasah diniyah kemudian juga yang lainnya itu harapan kami tidak disamaratakan,” harap dia.
Uu menerangkan dari hasil penelusurannya terkait siapa oknum guru tersebut diketahui bahwa tersangka memang pernah menempuh pendidikan di suatu pondok pesantren, namun memang yang bersangkutan punya rekam jejak kurang baik yang tidak diketahui korban-korbannya.
”Ternyata memang saya bertanya kepada orang-orang yang kenal dia. Dia memang pernah pesantren tapi tidak benar. Terus, dia berperilakunya tidak sama dengan komunitas pesantren yang lainnya,” terang wagub.
Beber Uu, pengawasan terhadap anak yang sedang mondok di pesantren adalah hak bagi setiap orang tua atau wali murid. Dengan begitu, orang tua dapat memantau perkembangan anak. Juga mengecek kondisi mulai dari kesehatan fisik, mental, dan hal lainnya.
”Nah kemudian juga kalau di pesantren yang benar orang tua ini tidak memberikan secara full tetapi tetap harus ada ngalongok ka pasantren, sehingga terpantau pendidikan, kesehatan, dan lainnya tidak cukup dengan telepon,” bebernya.
Selanjutnya, saran dia, orang tua perlu mengedepankan kehati-hatian ekstra sebelum anaknya dipercayakan untuk jadi peserta didik suatu lembaga. Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan mulai dari biaya, fasilitas, metode belajar, asal-usul pendidikan, guru, pendiri, yayasan, hingga legalitas lembaga yang berdiri.
Dia menambahkan, orang tua bisa memilih sekolah yang sudah terbukti menghasilkan lulusan berkualitas. Bisa saja dengan melihat tetangga, kerabat, atau testimoni dari lulusan yang sudah pernah menempuh pendidikan di suatu lembaga.
”Kemudian juga kita harus mewaspadai seandainya ada pesantren-pesantren yang aneh-aneh. Dari pendidikannya, perilaku, dan lainnya. Jangan sampai orang tua ini memberikan anak kepada pesantren tetapi tidak tahu latar belakang lembaga tersebut,” tambah dia.
Perkembangan saat ini, kata dia, para santri yang menjadi korban tengah mendapat pendampingan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat untuk penyembuhan trauma.
Kemudian, sambung dia, mereka akan disiapkan pola pendidikan baru sesuai hak tumbuh kembang anak. (Rezza Rizaldi / Radartasik.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: